JAKARTA - Kementerian Agama ( Kemenag) memperoleh anggaran Rp 66 triliun di 2021. Dari total dana itu, sebanyak Rp 55 triliun dialokasikan untuk pendidikan.
"Memang ada dua fungsi, satu untuk fungsi agama sebesar Rp 11,07 triliun (16,54 persen) dan fungsi kedua untuk pendidikan sebesar Rp 55,88 triliun (83,46 persen)," kata Sekjen Kemenag Nizar Ali melansir laman Kemenag, Sabtu (5/12/2020).
Dari dua fungsi itu, ada lima program strategis yang akan dilakukan, yaitu dukungan manajemen, kerukunan umat dan layanan kehidupan beragama, pendidikan tinggi, kualitas pengajaran dan pembelajaran, pendidikan usia dini dan wajib belajar 12 tahun.
Untuk anggaran pengembangan pendidikan tinggi, dia menyebutkan, mencapai Rp 6,98 miliar yang tersebar di unit eselon I, termasuk yang dialokasikan pada 58 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri ( PTKIN) se-Indonesia," ucap dia.
Nizar menegaskan, kebijakan anggaran diarahkan untuk mendukung terciptanya sumber daya manusia (SDM) aparatur yang berintegritas dan berkinerja tinggi, penguatan bantuan sosial, serta dukungan belanja modal.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kemenag, Suyitno mengatakan PTKI diharapkan untuk membuka double degree, baik itu dalam PTKI sendiri maupun bekerjasama dengan perguruan tinggi yang lain.
Dia mencontohkan, mahasiswa Pendidikan Agama Islam (PAI) yang ingin mendalami kajian Al-Qur'an bisa mengambil keahlian di Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (IAT), sehingga mendapatkan dua kesarjanaan.
Itu juga, kata Suyitno, dalam ilmu-ilmu lainnya yang ada di kampus PTKIN.
"Posisi Wakil Rektor II sangat penting, karenanya menyangkut perencanaan sekaligus keuangan dan itu akan menentukan cetak biru pengembangan PTKIN," tutur Suyitno.
Ketua Forum WR/WK II PTKIN se-Indonesia, Sahiron Syamsuddin menerangkan, tata kelola perencanaan dan keuangan PTKIN harus menjadi bahasan yang baik untuk anggaran di 2021, termasuk juga usulan uang kuliah tunggal yang harus ditetapkan oleh Keputusan Menteri Agama (KMA).
Nizar pernah mengatakan sebelumnya, bahwa anggaran PTKIN untuk peningkatan mutu perguruan tinggi masih sebesar 26 persen. Sisanya 74 persen masih banyak digunakan untuk belanja pegawai.
"Kita bedah anggaran PTKIN, 74 persen masih banyak untuk belanja pegawai, dan 26 persen lainnya untuk support kebutuhan peningkatan mutu perguruan tinggi. Ini tidak logis, makanya perlu afirmasi anggaran," ucap Nizar.
Pada saat ini, kata dia, bila seluruh anggaran PTKIN digabungkan, maka nilainya tidak lebih besar dari anggaran yang dimiliki satu perguruan tinggi umum. "Ini yang perlu kita bahas bersama. Apalagi, PTKIN juga memiliki tuntutan pengembangan kualitas yang harus dipenuhi sama dengan perguruan tinggi umum," tegas Nizar.
Maka dari itu, dia menekankan, perlu terobosan-terobosan untuk memperoleh afirmasi anggaran PTKIN, seperti membuat rencana detail dan gambaran besar serta komprehensif tentang bagaimana cita-cita yang akan dicapai PTKIN di masa mendatang.
"Bila kita bisa menerjemahkan dengan rinci, hal ini tentunya bisa kita bicarakan dengan Bappenas dan Kementerian Keuangan agar afirmasi anggaran itu bisa kita peroleh," tuturnya. (net)