Tentu Ibu Negara tidak ada kesempatan bertemu First Lady Ukraina Ms Olena Zelenska. Dia lagi hidup di suatu tempat rahasia bersama satu anak mereka.
"Saya lagi hidup terpisah," katanya pada CNN kemarin. "Ini tidak normal. Bagaimana suami-istri tidak bisa berkumpul. Anak pun hanya bisa bicara dengan bapaknya lewat telepon," katanyi.
Memang Olena sesekali masih bisa bertemu. Selalu hanya sebentar. Lalu pisah lagi.
"Kami merindukan segera bisa berkumpul lagi secara normal," katanyi. "Dua bulan pertama perang kami sama sekali tidak bisa bertemu," tambahnyi.
Yang jelas Presiden Jokowi sudah menyerahkan undangan kepada Zelenskyy: untuk menghadiri KTT G20 di Bali bulan November depan –sebagai tamu khusus.
"Saya akan datang," ujar Zelenskyy. "Tentu tergantung situasi keamanan di Ukraina dan siapa saja yang hadir di sana," tambahnya.
BACA JUGA:Polres Kaur Gagalkan Penyelundupan 8 Motor Diduga Bodong
Zelenskyy berbuat tumben. Kali ini ia menyambut tamunya dari Indonesia secara khusus. Setidaknya dari caranya memilih baju.
Zelenskyy kali ini mengenakan kemeja lengan panjang. Ia tidak hanya mengenakan kaus oblong seperti menyambut tamu negara lainnya. Baju Zelenskyy warna militer meski bukan baju militer.
Setelah menerima Presiden Jokowi itu Zelenskyy kembali bergulat dengan keadaan perang. Hari itu Zelenskyy membuat keputusan final: memutus hubungan diplomatik dengan Syria. Itu lantaran Syria mengakui berdirinya negara merdeka di bagian Timur Ukraina yang direbut Rusia.
Presiden Jokowi menyampaikan simpati dan keprihatinannya akibat serangan Rusia ke Ukraina. Cukup. Tidak bisa lebih dari itu. Presiden masih harus ke Moskow, bertemu Presiden Vladimir Putin.
Maka Presiden Jokowi tidak bermalam di Ukraina. Ia langsung kembali ke kota Przemyśl. Kembali naik kereta 12 jam.
Setidaknya Presiden Jokowi telah mencatatkan sejarah sebagai pimpinan negara Asia pertama yang ke Ukraina di masa perang. Sebagai ketua G20 Jokowi harus melakukan itu.
Dari Przemyśl, Presiden Jokowi terbang ke Moskow. Hanya satu jam penerbangan. Kalau lurus.
Di Rusia beban misi Presiden Jokowi tentu lebih berat. Ia berhadapan dengan Presiden negara besar yang tidak takut apa pun: Amerika, NATO, G7, dan tentu juga G20.
Tapi Presiden Jokowi setidaknya bisa menyuarakan langsung ke Vladimir Putin: gara-gara serangannya ke Ukraina ia harus memecat Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi.