Salah satu syarat untuk diakui mu'tabaroh adalah: sanadnya jelas, tidak terputus, nyambung sampai Nabi Muhammad.
Saya pun mencari tahu: lewat jalur mana Shiddiqiyyah ini untuk sampai ke Nabi Muhammad. Tidak ketemu. Konon lewat Syekh Jamali Banten. Mungkin ada pembaca Disway yang tahu di sebelah mana Syekh Jamali di tanah Banten.
Yang saya temukan adalah satu naskah panjang. Yakni skripsi mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya, jurusan sejarah Islam. Nama mahasiswi itu Nia Susanti. NIM: A0.22.12.013.
Di situ Nia menyebutkan Shiddiqiyyah nyambung sampai Muhammad lewat khalifah pertama: Abubakar Siddiq. Bahkan nama Shiddiqiyyah diambil dari gelar yang diberikan Nabi kepada Abubakar: As-Shiddiq. Terpercaya.
Menurut Nia nama jamaah Kautsar diambil dari salah satu nama surah dalam Quran: Al Kautsar. Tapi juga mengandung kepanjangan Khairun Katsirun. Kebaikan yang banyak. Kegiatan menebar banyak kebaikan itu disebut Kautsaran. Seperti juga tahlil menjadi tahlilan dan maulud menjadi mauludan.
Menurut Nia, masa kecil Kiai Muchtar sangat susah. Ayahnya punya dua istri. Tidak rukun. Termasuk anak-anak mereka. Ekonomi kurang baik. Terutama setelah sang Ayah meninggal.
Muchtar-kecil sampai harus jualan ikan asin. Lalu sekolah di pondok Rejoso, Jombang. Menghafal Quran. Tidak kerasan. Pindah ke pondok Tambak Beras, juga di Jombang. Hanya kuat 8 bulan. Ia lantas belajar kanuragan di Trosobo, Sidoarjo. Lalu jadi guru SD Islam di Lamongan.
Di masa muda itu kesukaan Muchtar adalah mengulang-ulang surah Al Kahfi, satu bagian dalam Quran. Setiap sampai ayat ke 60 hatinya bergetar.
Anda sudah tahu ayat itu: "Ingatlah ketika Musa berkata kepada murid-muridnya: aku tidak akan berhenti berjalan sampai ke bertemunya dua samudera atau aku akan berjalan bertahun-tahun".
Surah Kahfi menggambarkan perjalanan tiga anak muda yang diselamatkan Tuhan dari ancaman penguasa. Mereka bersembunyi di sebuah gua. Mereka tertidur. Sampai 300 tahun. Sampai penguasanya sudah berganti-ganti.
Gua itu sekarang jadi pusat turis di Jordania. Saya tidak pernah mempertanyakan kebenarannya ketika ke gua itu kapan itu. Hanya saja terlintas di pikiran: makanya orang yang lagi dimusuhi penguasa baiknya tidur selama 300 tahun.
Nia tidak menyebutkan apakah Muchtar tidak suka penguasa saat muda. Ia memutuskan melakukan perjalanan jauh seperti Musa. Dari makam ke makam. Jalan kaki. Sampai ke Banten. Berguru ke Syekh Jamali. Mendalami tarekat –ilmu hakikat hidup untuk bisa bertemu dengan Tuhan.
Dalam perjalanan itulah, menurut Nia, Muchtar mendapat ilham. Ia cukup rendah hati untuk tidak menyebut wahyu. Tapi itu bukan sembarang ilham. Ia menyebutnya ilham ruhi. Itu untuk membedakan antara bisikan Tuhan dan bisikan setan. Atau bisikan khayalan. Rupanya ia sadar akan banyak yang mempersoalkan kebenaran ilhamnya itu.
Ilham ruhi itu terus berdatangan kepadanya. Bertahap-tahap. Lalu ia rumuskan dalam satu rangkaian doa-wirid-zikir selama satu jam itu: Zikir Kautsar.
Muchtar pun membangun gubuk kecil. Di tahun 1968. Saat itu begitu banyak orang stres. Akibat peristiwa nasional tiga tahun sebelumnya.
Nia menggambarkan gubuk itu berukuran 3 x 5 meter. Terbuat dari bambu (dinding) dan ijuk (atap). Tiang-tiangnya dari batang jambe, pinang.