Oleh: Dahlan Iskan
PUKUL 02.15 dini hari.
Umur 82 tahun.
Ia tinggal sendirian di rumah tiga lantai yang besar dan mewah. Rumah itu disusupi laki-laki membawa hammer. Masuk ke kamar tidurnya.
Apalagi yang bisa diperbuat orang tua itu. Apalagi yang lebih mendebarkan dari itu.
Anda sudah tahu cerita ini: Paul Pelosi, 82 tahun, adalah suami Nancy Pelosi, juga 82 tahun. Nancy tokoh nasional yang amat penting menjabat ketua DPR Amerika Serikat.
Peristiwanya memang terjadi Jumat dini pekan lalu. Bung Mirza sudah menceritakannya di komentar Disway kapan itu. Tapi detail dari kejadian itu baru terungkap kemarin. USA Today yang men-jlentreh-kannya.
Rumah pribadi Nancy Pelosi digambarkan di medsos sebagai sebuah mansion mewah di daerah kaya raya di San Francisco. Itu tidak benar.
Rumahnyi memang besar, tiga lantai, di daerah mewah, tapi tidak sekelas mansion mewah. Rumahnyi juga digambarkan dikelilingi dinding tinggi di sekitarnya. Itu juga salah.
Rumah Nancy tidak berpagar –seperti umumnya rumah di Amerika. Bahwa di medsos disebutkan rumah itu berpagar tinggi rupanya untuk mengejeknyi: Nancy anti pembangunan pagar perbatasan yang digagas Presiden Donald Trump, tapi rumahnyi sendiri berpagar. Ejekan yang meleset.
Kompleks rumah Nancy ini di Pacific Heights –di bagian kota San Francisco yang berbukit-bukit. Kalau Anda pernah naik mobil dari Golden Gate ke China Town, Anda lewat kawasan mewah ini. Rasanya Anda sudah pernah melewati depan rumah Nancy ini hanya saja tidak tahu itulah rumah terkenal itu.
Malam itu Paul Pelosi tidur nyenyak di kamarnya di lantai tiga. Ia pakai piyama untuk bagian atas tubuhnya. Lalu pakai celana pendek boxer untuk bagian burungnya.
Tidurnya malam itu terlalu nyenyak. Sebuah resep berumur panjang. Pun tidak terbangun ketika pintu kaca bagian belakang rumahnya dipukul beberapa kali dengan hammer. Kaca yang di-laminating itu memang sulit pecah tapi berhasil membuat lubang di dekat pegangan pintu.
David DePape, 42 tahun, bisa masuk lewat pintu yang ia buka dengan merogohkan tangannya ke lubang itu.
Sebelum masuk rumah, David meletakkan tas ransel yang ia bawa di dekat pintu itu. Lalu naik tangga menuju lantai atas. Tangan kanannya memegang hammer. Tangan kirinya memegang beberapa untai tali plastik bergerigi, yang kalau dipasang tidak bisa dibuka lagi, kecuali dipotong dengan alat.