Ia juga dikenal sebagai raja iklan, karena mampu mempromosikan produknya dengan cara-cara yang kreatif dan inovatif. Ia bahkan membuat film-film pendek yang menampilkan rokok kretek sebagai simbol kebanggaan nasional.
Namun, di balik kesuksesannya, ia juga menghadapi berbagai masalah, baik dalam keluarga maupun bisnisnya.
Bagian Ketiga: Srintil
Srintil adalah cucu perempuan dari Nitisemito, yang lahir pada masa kemerdekaan Indonesia. Ia memiliki cita-cita menjadi seorang penari ronggeng, yang merupakan seni tari tradisional Jawa Tengah.
Namun, nasibnya berubah ketika ia terlibat dalam peristiwa G30S/PKI, yang menimbulkan konflik dan kekerasan di seluruh negeri. Ia harus melarikan diri dari rumahnya, dan mencari jati dirinya sebagai seorang gadis kretek.
Novel Gadis Kretek adalah sebuah karya sastra yang menarik dan menginspirasi. Penulisnya berhasil menggambarkan latar belakang sejarah dan sosial budaya Indonesia dengan apik dan mendalam.
Tokoh-tokohnya juga dibuat dengan karakter yang kuat dan berbeda-beda, sehingga pembaca dapat merasakan empati dan simpati terhadap mereka.
Novel ini juga mengajarkan kita tentang nilai-nilai keberanian, kreativitas, dan nasionalisme yang terkandung dalam rokok kretek.
Novel ini layak untuk dibaca oleh siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang sejarah dan budaya Indonesia.
BACA JUGA:Cara Mengatasi Marak Kasus Pinjol versi Bacapres Anies Baswedan: Mengembalikan Peran Koperasi!
Perbedaan Buku vs Film Gadis Kretek
Novel Gadis Kretek telah diadaptasi menjadi film layar lebar dengan judul yang sama, yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo.
Namun, ada beberapa perbedaan antara buku dan filmnya, baik dari segi alur, karakter, maupun pesan yang ingin disampaikan.
Berikut adalah beberapa perbedaan yang mencolok antara buku Gadis Kretek dan filmnya.
1. Alur cerita
Dalam buku, cerita dimulai dari masa kini, ketika Nitis, seorang penulis yang sedang mengalami krisis kreatif, mendapat warisan berupa surat-surat lama dari neneknya, Srintil.