Tiga Dokter jadi Pasien Covid-19

Tiga Dokter jadi Pasien Covid-19

SEMIDANG GUMAY - Sebanyak 3 pasien Covid-19 dengan kriteria sedang, masih menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Kaur. Ketiganya adalah dokter internship yang bertugas di Kabupaten Kaur. Yakni EA (24) warga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat (Jabar), HR (26) warga Kota Padang Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) dan AN warga Kota Lubuk Linggau Provinsi Sumatera Selatan. Sejauh ini, RSUD Kaur telah menangani 9 orang pasien Covid-19. "Ada 3 dokter internship yang menjalani penanganan di RSUD Kaur. Semuanya merupakan warga luar Provinsi Bengkulu," ujar Direktur RSUD Kaur, dr. H Ahmad Mufti Herdiawansyah didampingi Plt Kabid Pelayanan, Gusmidiansyah, S.KM pada RKa. Terkait penyelenggaraan Pilkada Serentak dia mengatakan, pasien rawat inap serta mereka yang terpapar Covid-19 tidak akan kehilangan suara. Hal tersebut berdasarkan PKPU No.6 Tahun 2020, pasal 72 ayat 1, mereka dapat menggunakan hak pilihnya di TPS terdekat dengan rumah sakit. Mekanismenya dua petugas didampingi dua saksi dengan APD lengkap akan mendatangi pemilih yang tengah menjalani perawatan atau isolasi. Lalu pasien akan melakukan pencoblosan didalam ruang perawatan atau isolasi. "Terkait pilkada memang penyelenggara belum menghubungi kami. Mungkin pada hari H nanti tim penyelengara mobile langsung ke RSUD Kaur," tutup Ahmad. Masyarakat Kian Cuek Ancaman Covid-19 nyata, namun sayangnya masyarakat justru kian cuek. Penerapan disiplin Protokol Kesehatan (Prokes) terus menurun. Keraguan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Covid-19 seakan menenggelamkan pemerintah dalam upaya pencegahan. Apalagi, dengan banyaknya dugaan penyelewengan penggunaan anggaran penanganan Covid-19 menambah ketidakpercayaan masyarakat akan adanya virus tersebut. Kerumunan warga tanpa Prokes terjadi setiap hari, angka kasus positif Covid-19 pun tidak melonjak seperti yang digadangkan pemerintah. Oleh karenanya, pemahaman masyarakat tentang Covid-19 mesti ditingkatkan lagi. Sehingga, upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dengan anggaran yang besar tidak sia-sia. “Yang perlu ditingkatkan adalah keyakinan masyarakat terhadap Covid-19 memang ada dan berbahaya bagi keselamatan jiwa. Selama kepercayaan masyarakat tidak ada maka akan sangat sulit untuk mendisiplinkan Prokes,” ujar Ahmad Nasir (50) warga Desa Tinggi Ari Kecamatan Tanjung Kemuning, Senin (7/12). Dikatakan Ahmad Nasir, sulit mendisiplinkan masyarakat dalam menerapkan Prokes. Hal ini disebabkan oleh rasa ketidakpercayaan terhadap Covid-19. Pemerintah memiliki tugas berat menyakinkan dan menunjukan bahwa ancaman Covid-19 itu benar nyata dan membahayakan keselamatan jiwa. Demi menciptakan rasa percaya masyarakat, tentu harus ada kejelasan dan pengetahuan tentang Covid-19. Pasalnya, ketidaktahuan inilah yang menyebabkan ketidakpercayaan itu lahir. Sehingga, masyarakat enggan menerapkan Prokes seperti yang dicanangkan pemerintah. Meskipun, lahir aturan sanksi hukum bagi masyarakat yang tidak melaksanakan Prokes. “Sanksi hukum yang diberikan kepada warga tidak taat Prokes bukan solusi untuk menciptakan rasa percaya. Namun, hanya menambah beban masyarakat dalam menjalankan aktivitas ditempat umum,” tandasnya.(yie/xst)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: