PPPK Tak Akomodir Seluruh Guru Honor
JAKARTA – Guru honorer di sejumlah daerah mengungkapkan, bahwa kesempatan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah (Pemda). Perwakilan Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer Non Kategori Umur 35 Tahun ke Atas (GTKHNK35+) Riau, Desy Kardasih menyatakan, Pemda tidak mengakomodir semua guru honorer. Padahal, pihaknya sudah mengajukan seleksi PPPK kepada pemda per 30 Desember 2020. “Pemda kurang perhtaian. Sebab, guru honorer merasa tidak diakomodir untuk mengikuti seleksi tersebut,” kata Desy saat diskusi daring dengan Komisi X DPR di Jakarta, Rabu (13/1/2021). Desy menilai, Pemda telah melakukan tindakan diskriminatif bagi para guru yang telah mengabdi selama puluhan tahun tersebut. Pasalnya, kurang serius melihat kebutuhan guru di wilayahnya. “Mereka beranggapan bahwa guru yang dibutuhkan oleh daerah akan menjadi persoalan lagi. Karena ini mengacu pada anggaran,” ujarnya. Untuk itu, Desy meminta kepada pemerintah pusat agar tidak ada lagi tes untuk menjadi PPPK bagi guru honorer usia di atas 35 tahun. Bahkan, pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres). “Mohon kiranya Keppres ini bisa kami dapatkan dan regulasi PPPK bisa mengakomodir guru honorer,” tegasnya. Senada, perwakilan GTKHNK35+ Lampung, Slamet juga meminta agar Komisi X DPR memfasilitasi penerbitan Keppres ini kepada presiden. Menurutnya, profesi sebagai guru, tidak layak hanya berstatus kontrak. “Kami mendorong Komisi X untuk berbicara dengan pemerintah pusat agar diupayakan diangkat secara bersama,” kata Slamet. Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda megutarakan, bahwa hal tersebut sudah berulang kali dia sampaikan saat rapat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Namun hingga saat ini pihaknya belum menuai tanggapan. “Guru yang sudah berpuluh-puluh tahun, baiknya langsung diafirmasi, langsung diangkat,” kata Huda. Huda juga mengaku, pihaknya tengah mengupayakan komunikasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) hingga Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). “DPR meminta agar dua lembaga ini dapat membantu afirmasi kepada guru honorer yang telah lama mengabdi. Ini butuh political will yang kuat dan butuh effort yang kuat,” tuturnya. Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim menilai, bahwa kebijakan ini mengubur harapan mahasiswa yang kuliah pada kampus Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Sebab, sebagian besar dari mereka memiliki mimpi menjadi guru PNS. “Ada 250 ribu mahasiswa pendidikan setiap tahun yang diluluskan kampus LPTK. Inginnya kan jadi guru PNS, ketika masuk LPTK pasti mau jadi guru PNS,” kata Satriwan. Satriwan juga menyebut, status PPPK di Indonesia tidak jelas. Sebab, jika salah satu guru melakukan kesalahan dapat diputus kontraknya. Berbeda dengan status PNS yang lebih kuat, meski telah melakukan pelanggaran berat. “Ada oknum dosen PNS yang diduga melakukan pelecehan seksual, pemberhentiannya susah banget. Kalau pemberhentian guru PPPK itu seperti membalikkan telapak tangan oleh kepala daerah,” terangnya. Dapat disampaikan, pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para guru honorer di seluruh Indonesia untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) pada tahun 2021. Dengan menjadi PPPK, para guru honorer akan mendapatkan penghasilan yang layak, yaitu sebesar Rp 4 juta per bulan, termasuk tunjangan kinerja untuk guru menikah dan memiliki 2 anak. Seleksi guru PPPK tahun 2021 berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dulu, formasi guru PPPK terbatas. Sedangkan tahun 2021, semua guru honorer dan lulusan PPG bisa mendaftar dan mengikuti seleksi, dan semua yang lulus seleksi akan menjadi guru PPPK hingga batas satu juta guru. (der/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: