MENDIDIK DENGAN HATI

MENDIDIK DENGAN HATI

Oleh : Alian Suhendra, Gr. M.Pd* Guru itu mendidik dengan hati, yang diperlukan adalah memanusiakan manusia. Peserta didik itu manusia yang perlu didoktrin sebagai manusia yang utuh, bukan robot yang perlu dikendalikan. Penanaman karakter juga perlu dilakukan dalan proses pendidikan. Sekarang ini banyak yang latah. Latah dengan kata-kata teknologi. Padahal untuk memanusiakan manusia yang perlu dilakukan adalah menyentuh hati. Sentuhlah peserta didik tepat dihatinya sehingga nilai kebenaran dan karakter dapat ditanamkan sejak dini. Karakter akan timbul dengan interaksi yang mendalam, ikatan yang kuat dan motivasi tentang kebaikan. Motivasi kebaikan untuk mengajak peserta didik berpikir yang baik, untuk kemudian diaktualisasikan dengan tindakan sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Latah teknologi yang saya maksud, hampir semua guru terpesona dengan teknologi baru. Dan saya berpandangan itu baik sekali. Sebagai inovasi dalam pembelajaran. Tapi jangan sekali-kali mengabaikan interaksi yang intens dengan peserta didik. Teknologi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Bukan sebagai alternatif dari proses pembelajaran. Teknologi yang berkembang tidak dapat menggantikan keterampilan mengajar dengan sentuhan hati. Apalagi di era pandemi covid 19. Banyak kemudian sekolah dipaksakan untuk belajar dari rumah. Tentu ini ada rasa yang hilang. Dari persentase pertemuan dalam jaringan maupun luar jaringan (tatap muka) harusnya 50% pertemuan dilakukan dalam jaringan, dan 100% dilakukan tatap muka. Sehingga total persentasenya sudah 150%. Ini baru pendidikan yang memanusiakan manusia. Mengajar dengan cara biasa yang sering dilakukan bukanlah hal buruk, selagi cara yang digunakan adalah cara mendidik dengan sepenuh dan setulus hati. Bekal pertama yang diperlukan guru dalam mengajar adalah ikhlas. Bekerja ikhlas dalam mendermakan ilmu untuk kemajuan bangsa, ikhlas dan ridho kepada anak untuk mereka menuntut ilmu dengan sebaik mungkin. Apapun kenakalan yang diperbuat, seorang guru harus tetap ikhlas dan ridho ilmu yang diberikan kepada anaknya. Jangan ada perasaan jengkel, jikapun ada tunggu sebentar untuk kemudian beristighfar, dan bersyukur atas semua nikmat yang tuhan berikan. Sekali lagi era pandemi yang memiliki keterbatasan dalam pembelajaran harus mampu dimaksimalkan untuk mendidik generasi muda. Dengan Teknologi ataupun tidak harus tetap melakukan pembelajaran secara maksimal. Jangan memaksakan hal baru yang belum dikuasai hanya karena latah saja, tetapi maksimalkan cara biasa yang sering dilakukan untuk menghasilkan prestasi belajar yang gemilang. Karena pendidikan ini investasi jangka panjang, bisa saja hasil yang dipetik bukan satu atau dua jam setelahnya, namun jauh ke depan saat generasi muda tertanam karakter yang baik dalam dirinya. Melakukan hal yang baik juga harus diawali dengan pikiran positif, memikirkan hal baik, menceritakan orang baik, meneladani suri tauladan yang baik. Lalu saat semua hal baik sudah dipikirkan, kuatkan energi dalam belajar untuk mewujudkan apa yang dipikirkan dalam sebuag tindakan nyata, jika dilakukan berulang akan menjadi kebiasaan dan karakter yang baik. Hadirnya teknologi dalam pembelajaran adalah sebuah keniscayaan, namun sebagai guru terutama untuk guru yang memiliki keterbatasan, keterbatasan mempelajari hal baru, ataupun tantangan keterbatasan sarana prasarana di daerah. Haruslah diatasi dengan tidak terlalu memikirkan tuntutan integrasi teknologi dalam pembelajaran. Jika memang daya dukung memadai ini memang sebaiknya dilakukan, namun jangan dipaksakan jika daya dukung belum tersedia. Pemerintah dalam hal ini menstimulus upgrade kemajuan sekolah melalui dana BOS, reguler, afirmasi ataupun kinerja. Tetapi, ini belumlah cukup. Penting sekali untuk membuat guru nyaman mengajar, tidak ada beban pikiran, enjoy dalam mentransfer pengetahuan. Guru selayaknya ditempatkan ditempat yang terhormat. Bukan malah menjadi target kedengkian dari pegawai instansi yang lain. Tidak semua orang bisa jadi guru, kalaupun kesejahteraan guru ditingkatkan itu memang sudah sewajarnya. Sewajarnya guru diberikan penghasilan yang lebih, sewajarnya guru dipermudah dalam kenaikan pangkat, dan sewajarnya guru diberikan beban mengajar dan tugas tambahan yang tidak menguras energi dan pikiran. Kalau guru senang, mengajar dengan cara apapun pastilah hasilnya akan maksimal. Selama ini memang guru dinilai sebagai profesi tanpa tanda jasa. Padahal guru merupakan tulang punggung dalam kemajuan suatu bangsa. Tak akan ada presiden yang pandai baca tulis jika tak ada guru yang mengajarinya. Yang terpenting dalam pendidikan era kini adalah maju dengan cara sendiri, tak perlu latah dan tak perlu ikut-ikutan. Apalagi hal baru tersebut tidak available dengan kondisi kita. Setiap manusia dikaruniakan kelebihan, silahkan maksimalkan potensi dan kelebihan masing-masing, ikhlas dalam mendidik generasi muda untuk mendapatkan hasil yang maksimal.(**) *Direktur Eksekutif Lembaga Pendidikan dan Dakwah Pemuda Pioneer Generation Kab.Kaur/ Sekretaris IGI Kabupaten Kaur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: