Pemda Diminta Fasilitasi PTM
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong, agar sekolah-sekolah yang mengalami kesulitan atau kendala dalam melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) untuk menjalankan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Mengingat, hasil asesmen diagnostik yang dilakukan guru selama masa pandemi Covid-19 mencatat, telah terjadi learning lost atau kondisi kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar pada siswa. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, untuk menangani learning lost, pembelajaran tatap muka harus dilakukan. Namun, hal ini hanya bisa dijalankan di lokasi yang aman dari Covid-19. “Solusinya, sekolah-sekolah yang sulit melakukan PJJ harus masuk tatap muka lagi biar mereka tidak lebih lagi ketertinggalan,” kata Nadiem dalam diskusi daring, Jumat (22/1). “Jadi, ini betul-betul tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah untuk membantu mengakselerasi sekolah tatap muka yang sulit melakukan PJJ,” imbuhnya. Nadiem memastikan, terkait persoalan tersebut, pemerintah pusat akan mendampingi pemerintah daerah terkait pembukaan sekolah ini. Sebab, banyak pemerintah daerah di wilayah 3T yang pelan-pelan memutuskan membuka sekolah. “Saya benar-benar mendorong terutama bagi Pemda di daerah 3T untuk bisa mengakselerasi secepat mungkin dengan melakukan pembelajaran tatap muka. Karena di daerah tersebut sulit dilakukan PJJ,” ujarnya. Nadiem menyebut, sulitnya sejumlah daerah 3T melakukan pembelajaran daring karena berbagai alasan. Mulai dari jaringan internet, ketersediaan gawai, hingga kondisi geografis. “Khusus daerah 3T Kemendikbud menganjurkan sebaiknya sekolah tatap muka segera bisa dilakukan,” ucapnya. Menurut Nadiem, learning lost adalah sesuatu yang pasti terjadi khususnya selama masa pandemi ini. Tidak hanya Indonesia, seluruh dunia juga menghadapi ancaman learning lost. “Semua guru, semua orang tua mengerti bahwa proses adaptasi PJJ ini sangat sulit dan menimbulkan banyak skenario situasi yang tidak maksimal,” terangnya. Nadiem berharap, dengan dilakukannya Asesmen Nasional (AN) pada September mendatang akan tergambar bagaimana situasi pendidikan Indonesia. Setelah itu, pada 2022 akan bisa dilihat bagaimana dampak yang terjadi pada pendidikan Indonesia. “Harapannya dengan Asesmen Nasional yang terjadi di bulan September kita akan punya base line dan tahun depannya kita akan melihat apakah tren itu menurun atau meningkat,” tuturnya. Kendati demikian, Nadiem memastikan, bahwa segala insiatif untuk kebutuhan anak-anak dalam melakukan pembelajaran sudah dipenuhi. Seperti kebijakan kuota gratis akan diteruskan dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bisa digunakan untuk membeli perlengkapan PJJ juga masih dilakukan. Selain itu, Kemendikbud juga telah mengeluarkan modul serta kurikulum darurat yang bisa digunakan oleh sekolah. Pelatihan guru serta modul-modul yang juga bisa digunakan untuk membantu orang tua mengajar anaknya di rumah juga telah disediakan. “Tolong bagi pemda-pemda yang sekolahnya sulit melakukan PJJ, harap segera mulai dilakukan. Tatap muka itu dilakukan dengan protokol kesehatan dan hanya kapasitas 50 persen dan tidak sama seperti biasanya,” tegasnya. Sementara itu, terkait potensi learning loss sendiri, pihaknya telah melakukan survei singkat. Hasilnya terdapat 20 persen sekolah secara nasioal menyatakan sebagian siswa tidak memenuhi standar kompetensi. “20 persen sekolah menyatakan sebagian siswa tidak memenuhi standar kompetensi,” kata Plt. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Kabalitbangbuk) Kemendikbud, Totok Suprayitno. Menurut Totok, untuk mengatasi learning loss ini, guru diminta terus berinovasi dalam memberikan pembelajaran yang kreatif agar mampu diserap siswa. Terlebih, guru didorong untuk mengajar tidak sesuai ketuntasan kurikulum, tapi sesuai dengan kemampuan siswa. “Mengajar tidak harus sesuai ketuntasan kurikulum, tapi mengajar sesuai kemampuan siswa. Ini merupakan paradigma baru. Kalau dulu yang dituntut adalah belajar untuk menuntaskan kurikulum. Sekarang, perlu dikedepankan belajar untuk memaksimalkan potensi peserta sesuai dengan kemampuan,” tuturnya. Kendati demikian, kata Totok, dari hasil asesmen diagnostik tersebut, 80 persen siswa masih mampu mencapai hasil belajar di tengah pandemi. Namun, bukan berarti angka 80 persen itu akan terus bertahan. Terlebih, mengingat PJJ masih akan terus berlangsung. “Walaupun survei ini baru hasil analisas guru berdasarkan hasil diagnostiknya, learning loss itu akan tetap ada,” pungkasnya. (der/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: