Bijak Memaknai UU ITE
JAKARTA – UU ITE atau Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tengah menjadi sorotan publik. Terlebih ketika Presiden Joko Widodo membuka peluang untuk merevisinya. Kata Jokowi, jika UU ITE tidak memberikan rasa keadilan maka undang-undang tersebut akan direvisi ulang. Rencananya, presiden akan merevisi undang-undang karet yang menyebabkan penafsiran di masyarakat berbeda-beda. Tak hanya itu, presiden juga memerintahkan Kapolri dan jajarannya agar dapat lebih selektif menerima pengaduan dari masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Anggota DPR RI Fraksi Partai PAN, Athari Gauthi Ardi pada postingan di akun Instagram pribadinya memberikan pandangan. Ia menuliskan, masyarakat dari berbagai lapisan dapat lebih bijak memaknai UU ITE tersebut. Karena jika salah pemahaman maka akan banyak sekali salah tafsir yang terjadi di masyarakat. Akibatnya, UU ITE akan menjadi senjata untuk saling menjatuhkan. “Berbagai pendapat yang mengemuka, baik yang berkomunikasi secara langsung dengan saya ataupun dari celetukan teman-teman mengenai pelanggaran demokrasi dan UU ITE. Menurut saya kita perlu cermati dan hati-hati agar tidak menimbulkan multi-tafsir mengenai UU tersebut,” katanya, lewat keterangan resmi, Jumat (26/2). Ia melanjutkan, meski UU ITE dapat menjadi alat untuk saling menjatuhkan Athari menegaskan masyarakat tidak perlu takut. Athari mengungkapkan, masyarakat tidak perlu takut untuk terus berinovasi, berkreasi, bahkan memberikan kritikan di media siber. Meskipun begitu, ia tetap mengingatkan masyarakat tetap harus mengerti pedoman pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. Karena, jika masyarakat tidak memahami hal tersebut dapat menjadi kasus yang berbuntut ke ranah hukum. “Masyarakat jangan takut untuk terus berinovasi, berkreasi, bahkan memberikan kritikan di media siber. Namun tetap harus bijak dan tentunya berpedoman pada rambu-rambu yang ada di UU ITE. Karena sejatinya peraturan itu dibuat untuk menjaga kita,” sebutnya. Sebelumnya, Mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Mohammad Nuh mengatakan, jika awal pembentukan UU ITE adalah sangat mulia. jauh berbeda dari penerapan di lapangan yang saat ini terjadi. Ketua Dewan Pers menjelaskan, saat pembentukan dulu tidak seperti saat ini. Karena, tujuan utamanya adalah transaksi elektronik. Bukan cuma urusan ujaran kebencian dan caci maki. “Dulu kita ingin memberi kepastian hukum transaksi teknologi tapi kok tiba-tiba urusan caci maki,” ujarnya. Menurutnya, UU ITE yang saat ini tengah ramai diperbincangkan bisa menjadi ganjalan bagi proses demokrasi di Indonesia. Tidak hanya masyarakat awam, tetapi juga termasuk insan pers. Alasannya, banyak wartawan yang dilaporkan ke pihak berwajib dengan dalil UU ITE. Ia melanjutkan, ide mulia awal dibentuknya UU ITE adalah untuk memberikan payung transaksi-transaksi ekonomi, dan perkembangan informasi digital Indonesia. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: