Opo Tumon?

Opo Tumon?

Oleh: Dahlan Iskan INI kembali soal Ir Ryantori. Penemu konstruksi Sarang Laba-laba. Yang meninggal November lalu –karena stres. Lissy, putrinya, mengirim WA ke saya: “Pak, saat saya bersih-bersih mobil papa saya, menemukan dokumen ini.” Lissy sangat kehilangan bapaknya. Apalagi sang bapak harus meninggal dalam status sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Ia meninggal setelah pulang dari sidang di pengadilan. Ryantori seperti tidak bisa menerima: bagaimana ia menjadi terdakwa untuk teknologi yang ia temukan sendiri. Lalu Lissy, pelatih pilates itu, mengirimkan naskah itu ke saya. Bentuk dokumen itu pdf. Kelihatannya ditulis sendiri oleh almarhum ayahnyi: Ir Ryantori. Tanpa tanggal dan tahun. Dokumen itu diberi judul Opo Tumon? Ryantori memang punya nama Tionghoa Ang Kim Loen tapi ia hampir selalu berbicara dalam bahasa Suroboyo-an –bahasa Jawa model Surabaya. Lulusan teknik sipil ITS Surabaya itulah yang menemukan konstruksi sarang laba-laba. Yang justru membuatnya menjadi terdakwa di pengadilan. Sampai –menurut istrinya– ia stres. Itu karena –sebagai intelektual– ia menghadapi peristiwa yang tidak masuk akal sama sekali. Kok bisa justru ia yang jadi tersangka untuk penemuannya sendiri. Seminggu setelah sidang ketiga di Pengadilan Negeri Surabaya, Ryantori meninggal dunia. Ryantori masih punya beberapa penemuan lain. Ia pernah ingin merombak sistem penulisan bahasa Indonesia. Ia menceritakan panjang lebar penemuannya bentuk-bentuk hurufnya. Agar bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa modern dan cocok untuk ilmu pengetahuan. Juga agar bisa menjadi bahasa yang efisien. menyadari ciptaannya di bidang berbahasa itu sangat peka dan anti kemapanan. Maka ia tidak seberapa gigih memperjuangkannya. Naskah yang ditemukan Lissy di mobil papanya itu kelihatannya ditulis untuk ngudo roso –melepaskan pikiran dari perasaan tertekan. Itu terlihat dari nada di tulisan itu. Bacalah sendiri di bawah ini. Saya tidak mengeditnya sama sekali. Penulisannya dibuat mirip puisi. Tiap kalimat dimulai sebagai alinea baru. Tanpa titik di akhir kalimat. Maka saya pun minta agar Lissy mengirim naskah itu dalam bentuk yang bukan pdf. Semula Lissy keberatan. Takut bisa diedit orang. Tapi untuk kepentingan pembaca Disway, Lissy akhirnya setuju mengirim dalam bentuk Word. Ryantori tidak menyebut satu nama pun di naskahnya itu. Ia mengganti nama orang yang membuatnya kesal itu dengan kata ”Dia” –dengan D besar. Inilah naskah curhat itu: Opo Tumon? Dia menyebut sepasang mantan bossnya …. guru–guru saya. Dia mengaku dibimbing dan dibesarkan oleh guru–gurunya diangkat dari drafter sampai jadi marketer andal bahkan setelah 25 tahun dijadikan mitra usaha Kedua gurunya orang-orang yang positif dan kreatif Punya banyak karya cipta atau penemuan Beberapa di antaranya didaftarkan ke kantor paten dan memperoleh hak paten Dia dipercaya untuk mengawal proses paten dari salah satu karya cipta sepasang gurunya, di bidang fondasi bangunan Diam-diam tanpa memberi tahu, entah dengan cara apa nama perusahaannya tercantum pada sertifikat paten sebagai pemegang hak paten Ketika salah satu gurunya melihat nama perusahaannya tercantum pada lembar sertifikat paten, beliau menegur dan mempertanyakan Dia menjawab dengan enteng : ya Pak biar mantap memasarkannya Kedua gurunya tidak mempermasalahkannya dengan dua pertimbangan Pertama, Dia adalah mantan karyawan kepercayaan selama 25 tahun Kedua, toh hanya sebagai pemegang hak paten bukan sebagai pemilik hak paten Beberapa tahun kemudian ada beberapa gempa besar terjadi beruntun di Aceh dan Padang. Ajaib, hampir 100 buah bangunan 2–7 lantai, yang dibangun mempergunakan fondasi karya cipta sepasang gurunya utuh, selamat 100 persen tanpa mengalami kerusakan struktural yang berarti. Dampaknya, kepercayaan masyarakat konstruksi mulai terbentuk, Banyak proyek dilaksanakan dengan mempergunakan sistem fondasi karya cipta sepasang gurunya yang oleh masyarakat, karena keandalannya diberi gelar ”fondasi ramah gempa” Sepuluh tahun sejak Dia dijadikan mitra usaha, hanya setahun setelah salah satu gurunya meninggal tiba-tiba terungkap bahwa Dia telah melakukan banyak pelanggaran dan ketidakjujuran terhadap isi perjanjian kerja sama dengan kedua gurunya. Ketika ditegur, bukannya malu dan minta maaf dia malah menjadi jadi. Kepada banyak orang dia mengaku bahwa karya cipta gurunya itu sekarang miliknya karena sudah dihibahkan kepada dia Ketika gurunya dikonfrontir perihal proses hibah tersebut, gurunya bertanya balik: beri saya satu alasan yang masuk akal kenapa saya harus menghibahkan karya cipta saya kepada dia, Ketika mengetahui hal tersebut, Dia malah bersikap kekanak–kanakan persis seperti seorang anak yang ngotot mempertahankan boneka yang diambilnya walaupun boneka tersebut bukan miliknya Pokoknya, karya cipta tersebut sekarang adalah milikku, begitu kira–kira cara berpikirnya. Benar–benar sungguh menggelikan Sejak perjanjian kerja sama ditandatangani Hampir selama 10 tahun setiap minggu gurunya datang ke Jakarta. Rata–rata 2 hari tapi kadang–kadang sampai 4 hari dalam seminggu untuk membuat perencanaan, memeriksa gambar–gambar dan menandatangani gambar–gambar pelaksanaan atau surat pertanggungjawaban teknis. Setelah kasus ketidakjujuran terungkap gurunya menghentikan kunjungan ke Jakarta dengan harapan agar dia menyadari akan kesalahan–kesalahan yang diperbuat, memperbaiki apa–apa yang salah agar supaya bisa berjalan lagi dengan enak bersama–sama. Yang tidak masuk akal, bukannya minta maaf dan mengembalikan hak paten kepada pemiliknya yang sah, Dia malah nekat memasarkan sendiri walaupun tidak menguasai cara menghitung konstruksinya. Dia, hanya dengan mengandalkan sistem copy paste nekat memasarkan karya cipta gurunya. Di dalam file komputernya memang ada ratusan desain yang bisa dijadikan referensi Ini harta karun, begitu kira–kira cara berpikirnya. Padahal gurunya, mengikuti pesan dari mentornya, tokoh konstruksi terkemuka di tahun 1980an, belum pernah mengajarkan ilmu/cara menghitung konstruksi ciptaannya kepada siapa pun. Sistem fondasi ciptaannya walaupun bentuknya sederhana menurut sang mentor adalah ilmu baru yang tidak bisa dicari teori–teori pendukungnya di literatur manapun mengenai ilmu fondasi. Dia lupa bahwa di undang-undang Paten dengan jelas dibedakan antara hak cipta dan hak paten. Hak cipta itu melekat pada penemu bahkan sampai 75 tahun setelah penemunya meninggal. Penemunya juga sekaligus adalah pemilik dari hak paten Pemegang hak paten itu hanya menerima hak lisensi hak untuk memasarkan. Pemegang hak paten salah satu tugasnya adalah melindungi penemu atau pemilik hak paten dari upaya–upaya pembajakan atau pemalsuan. Sekarang yang terjadi Pemegang Hak Paten justru yang berusaha mengambil alih kepemilikan atas Hak Paten dari para penemunya. Dan itu semua dilakukannya dengan menghalalkan segala cara yang jauh dari sopan santun orang Timur. Gurunya khawatir kalau terjadi kesalahan di dalam perencanaan fondasi yang dilakukan dengan cara copy paste yang bisa berakibat fatal terhadap bangunan karena gurunya tahu persis bahwa muridnya yang tidak tahu diri itu tidak menguasai cara menghitung konstruksi Oleh karenanya sang guru kemudian mengirimkan surat kepada semua proyek yang mempergunakan fondasi ciptaannya Isi surat menginformasikan 3 hal Pertama, bahwa desain fondasi yang dipergunakan tidak pernah dikonsultasikan, jadi tergolong karya plagiat. Kedua, bahwa gurunya belum pernah mengajarkan ilmunya kepada siapa pun termasuk kepada murid yang nakal tersebut. Ketiga, bahwa yang bersangkutan tidak menguasai ilmu perencanaan sehingga risiko terjadinya kegagalan bangunan sangat besar. Dampaknya luar biasa Respons dari berbagai pihak yang menerima surat macam – macam. ada yang pro dan langsung bereaksi ada yang cuek bebek, proyeknya jalan terus. Dasar orang kreatif hanya setahun setelah terungkap kalau dikhianati dan tidak lagi melakukan kunjungan ke Jakarta gurunya dapat inspirasi baru untuk menyempurnakan sistem konstruksi fondasi ciptaannya karya cipta yang baru menyempurnakan sistem fondasi yang sudah teruji ramah gempa. Sekarang dengan tambahan temuan yang baru berupa pasak vertikal di samping mempersulit gedung menjadi miring juga sekaligus menjamin proses settlement semakin water pass. Sang guru kemudian memasarkan sendiri sistem fondasi dengan paten baru. Sang guru mempergunakan nama perusahaan yang berbeda. Mendengar kalau sang gurunya memperoleh proyek dengan mempergunakan paten barunya si murid yang tidak tahu diri menjadi gelap mata. Si murid membuat laporan polisi dengan tuduhan bahwa proyek yang dibangun dengan sistem fondasi yang direncanakan oleh gurunya menggunakan paten baru adalah menjiplak fondasi yang hak patennya dia pegang. Si murid lupa atau pura–pura lupa bahwa penemu dari sistem fondasi yang hak patennya dia pegang, dengan sistem fondasi dengan paten baru itu penemunya sama yaitu gurunya. Jadi si murid menggugat gurunya, penemu dari pemilik paten dari paten baru yang merupakan penyempurnaan dari sistem fondasi ramah gempa temuannya, telah menjiplak sistem fondasi ramah gempa temuannya Lha opo tumon ? (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: