Selebihnya saya menulis berita ringan, feature bersambung, hasil pengamatan kota, atau berita lain sedikit analisis data.
Cara menulis seperti itu bikin saya produktif.
Empat atau lima berita sehari bisa saya setor.
Ada running news yang sudah saya jaga liputannya sebulan lebih.
Selama itu saya memasok berita utama di halaman depan.
Saya bikin headline hat-trick pangkat 10 –bukan hanya tiga kali berturut-turut, tapi lebih dari tiga puluh kali!
Sebagai wartawan baru, saat itu karena berita itu, di kantor saya jadi perhatian, di lapangan di kalangan para wartawan senior, media lokal maupun perwakilan media Jakarta, saya pun mulai dikenal.
Beberapa wartawan nasional yang rada malas malah minta bahan liputan ke saya.
Saya tak pernah pelit.
Saya beri saja, toh media-media Jakarta itu bukan saingan koran kami juga.
Kalau ada kasus di kota kami yang diangkat di media nasional, pembaca kami malah jadi meningkat.
Koran nasional, apalagi TV, paling berapa menit memberitakan.
Malah bikin penasaran, orang nyari info lebih lengkap di koran kami.
"Masih berita Sandra, Dur?" tanya Bang Eel.
Namanya sebenarnya Ilyas. Tapi kami semua, dan sepertinya semua orang di kota kami memanggil dia dengan nama akrabnya: Eel, dari tukang parkir permainan ketangkasan sampai kapolres, termasuk wali kota.
Suaranya parau, keras, sekeras perangainya.