Restu mengingatkanku pada sosok Soeharto. Tenang, tindakannya terukur, tak pernah menampakkan emosi secara terbuka.
Dia selalu tersenyum. Smiling lawyer, saya menggelarinya begitu. Smiling lawyer and politician, kata dia menambahkan.
Seperti Soeharto di sangat Jawa. Tapi dia Jawa yang terbuka, membuka tangan dan yang merangkul banyak orang. Ia mendirikan dan membesarkan ormas berbasis pemuda: Garuda Muda Nusantara.
Terkenal dengan nama yang gagah dan mudah sekali diingat: Garda Nusa.
Ormas ini merangkul pemuda lintas etnis dan golongan.
Itu sebabnya, saya kira, kepemimpinannya di partai besar itu berhasil. Dalam beberapa pemilu partainya menang di Borgam.
Partainya memainkan peran penting di perpolitikan di Borgam.
Bahwa posisinya sebagai pembela terdakwa Awang dan Runi dalam kasus pembunuhan Putri ini melambungkan namanya, itu tak terbantahkan, tapi kami menilai dia memang pengacara yang baik. Banyak kasus ia menangkan.
”Mau ketemu di mana, Mas Abdur? Di kantor saya atau di luar?” katanya.
Saya memilih kantornya, tak terlalu jauh dari kantor LSM Woman Worker Care.
Restu menyambut kami dengan hangat. Dengan penampilan yang selalu rapi dan necis. Kami menunggu sebentar di teras lantai 2 kantornya yang terbuka – biar bisa ngobrol santai sambil merokok, katanya – lalu datanglah ia dengan tiga berkas tebal.
Langsung saya menduga itu berkas dakwaan dan BAP kasus pembunuhan Putri. Persis seperti yang saya terima dari Pak Rinto.
”Kalau baca dakwaan ini, sulit bagi Pintor untuk bebas dari hukuman. Terlalu jelas perannya, sangat kuat bukti-buktinya,” kata Restu.
”Mas Dur saya fotokopikan ya?” tanya Restu.
Saya iyakan saja. Pura-pura bahwa kami belum punya berkas itu. Kalau pengacara yang mendapatkannya saya kira itu wajar, dia memang bekerja untuk membela kliennya.
Kalau Pak Rinto? Orang sipil biasa itu? Saya hanya bisa membayangkan ada jejaring pengaruh yang bisa digerakkan olehnya.