Maksudnya: karena main bolanya kalah maka berkelahi saja.
Itu cerminan suporter yang malu karena timnya kalah. Maka ganti suporter saja yang berkelahi, pasti menang.
''Pasti menang'' di situ karena menggunakan logika keroyokan. Jumlah suporter tuan rumah pasti lebih banyak.
Maka teman-teman mereka akan menyambut antusias: iyo wis, gelut wae! Benar. Berkelahi saja.
Yang begitu biasanya juga datang dari kelompok remaja. Maka jangan terlalu juga diambil hati. Apalagi sampai menendang mereka.
Ada ujaran kebencian yang kelihatannya sulit dilakukan penangkapan. Yakni ketika wasit dianggap tidak adil pada tuan rumah. Dan itu terjadi tidak hanya satu kali.
Melihat itu penonton akan serentak meneriakkan yel yel "wasit maling, wasit maling, wasit maling". Satu stadion menggema dengan yel tersebut.
Apakah itu ujaran kebencian? Kalau pun iya, rasanya sulit memerkarakannya. Mereka sudah atur. Ribuan penonton di sisi sini hanya meneriakkan kata "wasit". Ribuan penonton yang di seberang sana hanya meneriakkan kata "maling". Maka tidak ada satu orang pun yang benar-benar meneriakkan kata "wasit maling".
Maka sebenarnya, yang prioritas dibenahi adalah stadion yang gawat-gawat itu saja. Agar pertandingan sepak bola bisa segera bergulir kembali. Stadion yang lain-lain tidak punya masalah. Jangan ikut digantung.
Surabaya, Jakarta, dan Solo praktis tidak perlu pembenahan lagi. Kanjuruhan bisa dilakukan dengan cepat. Demikian juga yang lain.
Horeeee Indonesia tidak dihukum FIFA.
Arema sebaiknya segera bertemu lagi dengan Persebaya. Giliran Persebaya yang tuan rumah.
Saya memimpikan Bonek-Bonita menyediakan sepertiga stadion untuk Aremania-Aremanita.
Aremania juga diberi waktu menyanyikan lagu kebangsaan mereka. Disusul dengan lagu kebangsaan Persebaya. Lalu bersaing selama 90 menit. Setelah itu bersama-sama menyanyikan lagu Padamu Negeri. Atau dangdut Ojo Dibanding-bandingke. Joget bersama.
Hidup FIFA. (*)