Indonesia juga sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe.
Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak patennya. Sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari pemegang hak paten).
Tempe dikenal oleh masyarakat Eropa melalui orang-orang Belanda.[16] Pada tahun 1895, Prinsen Geerlings (ahli kimia dan mikrobiologi dari Belanda) melakukan usaha yang pertama kali untuk mengidentifikasi kapang tempe.
BACA JUGA:Kemenkumham Luncurkan Legalisasi Apostille, Terkait Penyederhanaan Birokrasi
BACA JUGA:Keluarga Almarhum Sopir Hardtop Terima Santunan dari Polsek Maje dan Kades
Perusahaan-perusahaan tempe yang pertama di Eropa dimulai di Belanda oleh para imigran dari Indonesia.
Melalui Belanda, tempe telah populer di Eropa sejak tahun 1946.
Sementara itu, tempe populer di Amerika Serikat setelah pertama kali dibuat di sana pada tahun 1958 oleh Yap Bwee Hwa, orang Indonesia yang pertama kali melakukan penelitian ilmiah mengenai tempe.
Di Jepang, tempe diteliti sejak tahun 1926 tetapi baru mulai diproduksi secara komersial sekitar tahun 1983.
BACA JUGA:Toyota Hardtop, SUV Intimidatif dan Tangguh yang dicintai Off-roader dengan Segala Kelemahannya
BACA JUGA:Ada 6 Bakal Calon Kades PAW di Sinar Pagi Mendaftar, Cuma 3 yang Akan 'Bertarung'
Pada tahun 1984 sudah tercatat 18 perusahaan tempe di Eropa, 53 di Amerika, dan 8 di Jepang.
Di beberapa negara lain, seperti Republik Rakyat Tiongkok, India, Taiwan, Sri Lanka, Kanada, Australia, Amerika Latin, dan Afrika, tempe sudah mulai dikenal di kalangan terbatas.
Demikian sekilas pembahasan tentang Google doodle hari ini.