Pada hari raya Idul Adha diperintahkan kepada mereka yang mampu untuk menunjukkan kesediaan berkurban dengan penyembelihan seekor hewan ternak.
Penyembelihan terhadap hewan qurban itu mengalirkan darah dan menghasilkan daging yang akan dibagi-bagikan kepada yang berhak.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Satu Unit Rumah di Kaur Ludes Terbakar, Diduga Akibat Korsleting Listrik
Patut kiranya dicatat bahwa yang dinilai oleh Allah dalam penyembelihan itu bukan darah yang terpancar dan bukan pula daging yang bergelimpangan itu, melainkan kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta kesediaan melakukan kurban.
Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, Surat Al-Hajj (22) ayat 37:
Artinya: "Tidak akan sampai kepada Allah daging dan darah qurban itu, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian,".
Kesucian jiwa dan keikhlasan hati dalam melaksanakan kurban merupakan satu unsur yang sangat urgen yang harus mendapat perhatian kita.
Hal ini merupakan landasan yang menjadi dasar dalam melaksanakan segala perbuatan dan ibadah kita.
Pernyataan Allah dalam ayat di atas menunjukkan bahwa pengorbanan yang ditampilkan tidak dilihat dari segi materi, kuantitas, dan bentuk lahiriah, tetapi yang dilihat adalah keikhlasan dan niat yang memberi kurban.
Perintah berkurban yang ditujukan kepada Nabi Ibrahim dengan menyembelih putranya, Nabi Ismail, pada hakikatnya adalah ujian bagi kekuatan iman dan takwa Nabi Ibrahim dan Ismail.
BACA JUGA:Disway Network dan Jaringan Berita Satu Sepakati Kerjasama
Allah ingin melihat sejauh mana kerelaan dan kesediaan keduanya di dalam melaksanakan perintah itu.
Akhirnya, keduanya telah lulus dari ujian Allah dan telah sanggup menunjukkan kualitas iman dan takwa mereka, dan dengan kekuasaan Allah Nabi Ismail yang ketika itu hendak disembelih digantikan dengan seekor kibas oleh Allah.
Hadirin jamaah Idul Adha yang dirahmati Allah,
Agama kita menetapkan untuk menyembelih kurban binatang, berupa hewan ternak: domba, kambing, kerbau, sapi atau unta. Yang dikurbankan adalah binatang.
Ini mengandung setidaknya dua makna, yaitu (1) sifat-sifat kebinatangan yang terdapat dalam jiwa seseorang harus dikurbankan dan disembelih, dan (2) jiwa dan perbuatan seseorang harus dilandasi dengan tauhid, iman, dan takwa.