Iklan Banner KPU Provinsi Bengkulu

Evi Novida Surati Jokowi

Evi Novida Surati Jokowi

radarkaur.id || JAKARTA – Komisioner KPU periode 2017-2022, Evi Novida Ginting mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Dalam suratnya, dia meminta untuk dikembalikan ke jabatannya semula pasca Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan keputusan presiden (Keppres) terkait pemberhentian dirinya. “Kami menyampaikan surat kepada presiden tujuannya agar menginformasikan mengenai amar putusan pertama PTUN Jakarta berlaku serta merta. Yaitu ada perintah dalam putusan PTUN untuk menunda pelaksanaan keputusan pemberhentian Evi Novida,” ujar kuasa hukum Evi, Hasan Tua Lumbanraja, di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Selasa (28/7). Seperti diketahui, pada Kamis (23/7), PTUN Jakarta memutuskan mengabulkan gugatan Evi terhadap surat keputusan Presiden Joko Widodo bernomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan Evi Novida Ginting secara tidak hormat per 23 Maret 2020. Dalam putusannya majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota KPU Masa Jabatan 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020. Selain itu, mewajibkan tergugat (Presiden Jokowi, Red) mencabut Keputusan Tergugat Nomor 34/P Tahun 2020 serta mewajibkan Tergugat merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan Evi Novida Ginting sebagai anggota KPU seperti sebelum diberhentikan. “Perlu dipahami bahwa amar putusan dalam penundaan ini tidak terikat dalam upaya hukum yang akan dilakukan. Jadi apakah ada upaya hukum banding atau tidak, amar putusan ini harus dilaksanakan setelah putusan diucapkan pada 23 Juli 2020,” papar Hasan. Dia meminta karena sudah memasuki hari ke-5 setelah putusan PTUN, maka Presiden Jokowi dapat memulihkan kembali jabatan Evi. “Kalau kami membandingkan dengan putusan DKPP, pada hari kelima juga sudah dieksekusi oleh Presiden. Untuk itu, kami juga meminta perlakuan yang sama. Baik kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) selaku badan semi peradilan dengan PTUN yang posisinya justru sebagai lembaga peradilan,” terangnya. Terkait putusan PTUN tersebut, Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan pihaknya masih mempelajari surat tersebut. “Presiden punya waktu 14 hari apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan PTUN tersebut,” kata Dini. Menurutnya, surat itu baru diterima dan masuk ke bagian Tata Usaha Setneg. Meski begitu, sikap Presiden terhadap permohonan Evi belum diputuskan dan masih dibahas. Evi Novida Ginting dipecat dari jabatannya sebagai Komisioner KPU berdasarkan keputusan DKPP terkait kasus perselisihan perolehan suara calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 dari Partai Gerindra. Selain itu, DKPP juga memberi sanksi berupa peringatan keras kepada Ketua dan empat komisioner KPU lainnya. DKPP menilai Evi seharusnya memiliki tanggung jawab etik lebih besar atas ketidakpatuhan hukum dan ketidakadilan penetapan hasil pemilu. Mengingat jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu. Sanksi etik berupa peringatan keras disertai pemberhentian dari Koordinator Divisi, merupakan kategori pelanggaran kode etik berat yang menunjukkan kinerja Evi tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi NasDem, Saan Mustopa menghendaki Evi Novida Ginting dikembalikan ke posisinya sebagai Komisioner KPU RI. “Komisi II DPR ingin agar Putusan PTUN bisa mengembalikan posisi Evi Ginting sebagai Komisioner KPU. Artinya, putusan PTUN dilaksanakan,” ujar di Jakarta, Selasa (28/7). Komisi II DPR, lanjutnya, telah mengadakan rapat terkait kasus Evi dan memutuskan menunda pembahasan sampai ada keputusan dari PTUN. Karena itu, Komisi II DPR tidak memutuskan pengganti Evi setelah keluar Kepres. Sebab, Evi mengajukan gugatan ke PTUN. “Justru kami memberi kesempatan Evi mencari keadilan. Sehingga Komisi II DPR menunggu putusan PTUN. Kami akan bahas lagi karena amar putusan PTUN sudah keluar,” imbuhnya. Saat ini keputusan berada di pemerintah. Apakah akan mengajukan banding atau tidak atas putusan tersebut. Dia berharap putusan PTUN itu bisa mengembalikan posisi Evi sebagai Komisioner KPU RI. Terpisah, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyebut nasib Evi tergantung sikap Presiden Jokowi. “Banding atau tidak itu terserah presiden. Tapi poin pentingnya, keputusan presiden hanyalah tindak lanjut dari putusan DKPP,” ujar Fadli. Dia menanti sikap yang akan diambil Jokowi. Apabila presiden tidak banding, artinya putusan itu berkekuatan hukum tetap dan segera dilaksanakan. Tetapi kalau presiden banding tentu prosesnya masih berlanjut. Sehingga putusan PTUN Jakarta itu belum berkekuatan hukum tetap.(rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: