Iklan Banner KPU Provinsi Bengkulu

Sejarah Sahung Pernah jadi Pusat Pemerintahan Sumsel

Sejarah Sahung Pernah jadi Pusat Pemerintahan Sumsel

DALAM catatan sejarah Kecamatan Muara Sahung pernah menjadi Pusat Pemerintahan Sementara Sumatera Selatan (Sumsel). Terjadi pada tahun 1941/1942 yang kala itu dipimpin Gubernur Militer Dr AK Gani. Pemerintahan Sementara itu akibat AK Gani terpaksa harus mengungsi untuk mengindari penangkapan penjajahan Kolonial. Tidak jauh dari bekas rumah AK Gani, terdapat bangunan tua yang dulu berfungsi sebagai penjara atau biasa disebut Jail. Rumah sang gubernur jendral selain tempat istirahat, juga tempat sang pemimpin menggelar rapat. Kedua bangunan itu berada di Desa Ulak Bandung. Pjs Kades Ulak Bandung, Zulaini, S.Sos bercerita, Masa itu jalan menuju Muara Sahung masih sulit dilalui, baik itu kendaraan roda dua apalagi roda empat. Dahulunya menuju Muara Sahung memakai jasa kuda untuk mengangkut hasil pertanian. Dr AK Gani dilantik menjadi Gubernur Militer Sumsel di Palembang tahun 1941/1942. Dari Muara Sahung, AK Gani menjalan roda pemerintahan. Setelah dua tahun berjalannya roda pemerintahan, pusat pemerintahan dikembalikan ke Kota Bengkulu. "Berdasarkan cerita dari tetua desa. Kala itu desa kami menjadi pusat pemerintahan. Sebelum akhirnya dikembalikan lagi ke kota Madya Bengkulu," ungkap Pjs Kades, Kamis (26/10). Mulai surat-menyurat hingga pelayanan pemerintahan dilakukan di Pesangrahan yang ada di Desa Ulak Bandung. Seiring dengan perkembangan zaman, Muara Sahung telah menjadi kecamatan. Berbatasan langsung dengan Desa Sadau Kecamatan Sungai Are Kabupaten Ogan Kemering Ulu Selatan (OKU-Selatan). "Selain ketiga situs sejarah ini, masih ada situs lainnya seperti Pemandian Dewa Sembilan, Situs Gunung Kumbang, dan Makam Puyang Saih. Dan menurutnya saya hal tersebut cukup untuk membuktikan kalau Muara Sahung pernah jadi pusat pemerintahan Sumsel," tutup Pjs Kades. Butuh Pemugaran Agar Diminati KASI Kemasyarakatan Desa Ulak Badung, Didi mengatakan, nasib tiga situs sejarah itu kondisinya memprihatinkan. Bahkan rumah kediaman Dr. AK Gani kini hanya menyisakan puing bangunan. Begitupun nasib pesangrahan rapat yang kondisinya membutuhkan perawatan lebih. Begitupun dengan jail yang terdiri dari dua ruangan dengan bahan dasar kayu dan di cat warna hitam juga membutuhkan pemugaran. "Kalau tidak dirawat dan dipugar mungkin nanti situs sejarah ini cuma jadi cerita. Padahal bangunan ini merupakan bukti kalau Muara Sahung pernah jadi tempat penting" ungkap Kasi Kemasyarakatan. Pria 32 tahun ini mengakui, dibanding wisata alam seperti Air Terjun 3 Panggung atau Air Terjun dalam Goa. Wisata sejarah nampaknya kurang diminati oleh wisatawan. Terlebih lagi mereka kawula generasi muda. Dia menyayangkan hal tersebut. Kerena menurutnya, generasi milenial harusnya mempelajari sejarah bangsa. Agar makin meningkatan kecintaan terhadap Negeri. "Yang datang cuma orang-orang tertentu saja. Misalnya ahli sejarah atau mereka yang berziarah. Kalau wisatawan yang generasi muda. Kebanyakan lebih berminat pada wisata alamnya. Dalam hal ini kami butuh bantuan untuk mempromosikannya" sampai Didi. (yie)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: