Turunan UU Cipta Kerja Masih Dikritisi

Turunan UU Cipta Kerja Masih Dikritisi

JAKARTA – Sejumlah aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja masih dikritisi. Beberapa pasal masih dikhawatirkan akan merugikan bagi masyarakat khususnya para pekerja. Sejumlah catatan juga disampaikan, agar masyarakat bisa lebih jeli dalam memahami aturan sapujagat tersebut. Anggota Komisi X DPR RI Desy Ratnasari dalam keterangan resminya mengatakan, Undang-undang cipta kerja ini dikerjakan secara marathon dan Fraksi PAN menyetujui RUU tersebut menjadi UU Cipta Kerja dengan memberikan beberapa catatan. Yaitu Sektor kehutanan masih ada point mengesampingkan partisipasi masyarakat, Pencabutan izin lingkungan perlu dijelaskan lebih lanjut agar masyarakat dapat mengerti mengenai hal ini. Kemudian. Investasi Sektor pertanian akan menarik investor yang biasanya tertutup dan gairah untuk pengusaha import dilakukan untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Ia juga menegaskan terkait Jaminan Produk halal, yakni negara yang seharusnya mengelola. Operatornya beralih dari MUI menjadi kepada BPJPH. “Ketenagakerjaan, seharusnya investor memberdayakan masyarakat sekitar. Pasal-pasal dalam UU perburuhan yang masih dapat menimbulkan kontra pekerja.Terkait perburuhan dalam Pasal 88b, penghasilan bisa di bawah upah minimum,” katanya. Selanjutnya, skema pembayaran pesangon dengan skema BPJS perlu diatur di diperdalam secara teknis. Poin- poin ini, lanjut Desy, diharapkan dapat menjadi perhatian pemerintah dalam menjalankan undang-undang yang telah disahkan Oktober 2020 lalu. “Jangan sampai rakyat tidak merasakan keberpihakan pemerintah dalam menggerakkan roda perekonomian untuk keberlangsungan hidup rakyat banyak sesuai dengan amanat Undang-undang tersebut,” jelasnya dalam keterangan yang disampaikan, Senin (1/3). Desy menginginkan masyarakat juga mengambil bagian dalam perkembangan dan mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah, jika dirasa masih ada pasal-pasal yang merugikan rakyat tentunya dapat disampaikan dengan cara yang baik dan bisa juga disampaikan melalui kepala daerah masing-masing. Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menegaskan jika pihaknya, dan serikat buruh lain masih menolak keras UU Ciptaker. Hal ini, termasuk penolakan empat PP turunan di klaster Ketenagakerjaan. Ia mengatakan, jika dokumen gugatan telah diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Said meminta agar pemberlakuan empat PP turunan ini ditunda oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Saya minta Pak Jokowi, meski 4 PP itu sudah ditandatangani, mohon ditunda pemberlakuannya,” ujar Said. Paling tidak, empat aturan turunan tersebut mulai diberlakukan saat pagebluk Covid berakhir. Atau, saat MK sudah memutuskan gugatan yang saat ini tengah dilayangkan pihaknya. Alasannya, saat ini MK masih menguji aturan tersebut. Ia juga memastikan jika pihaknya tidak akan tinggal diam. Sejumlah upaya hukum masih akan ditempuh KSPI. “Jika 4 PP ini tidak berhasil dibatalkan, kami akan gugat ke Mahkamah Agung (MA), tapi kan enggak mungkin MA akan mengabulkan uji materi 4 PP ini kalau MK belum selesai,” tandasnya. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: