Anang Famred

Anang Famred

Ketua DPRD Lumajang undur diri setelah lupa hapalan sila ke-4 Pancasila --(dokumen/radarkaur.co.id)

Waktu itu Anang berstatus mahasiswa universitas swasta di Jalan Kramat Raya. Setelah reformasi ia pindah ke Yogyakarta. Ingin melanjutkan kuliah. Tidak berhasil.

Ayahnya, pegawai rendahan di KUA di Senduro, Lumajang, meninggal. Anang harus  bisa hidup sendiri. Ia memutuskan untuk menjadi tukang cukur. Di pinggir jalan.

Ia memang pandai mencukur. Dulu. Ketika menjadi santri di pondok pesantren Nurul Jadid, Kraksaan, Probolinggo. 

Di kehidupan pondok cukur mandiri itu biasa. Santri saling mencukur rambut temannya. Anang termasuk yang pandai mencukur. Disenangi banyak santri. Cukurannya baik. Dan cepat. 

Di Yogyakarta Anang juga pernah menjadi buruh bangunan. Tukang cukur merangkap buruh bangunan. Yang penting ia bisa makan dan halal.

Dari Yogyakarta ia pindah ke Surabaya. Tinggal bersama teman di belakang kampus IAIN Sunan Ampel.

Ia jadi cleaning service. Kerja serabutan. Sesekali menulis artikel untuk media. Zaman itu menulis di media mendapat honorarium. 

Anang akhirnya pulang ke Lumajang. Ke desa Senduro. Ibunya mulai tua. Ketika umur Anang sudah 34 tahun ia menyerah kepada Sang ibu: minta dicarikan istri. Siapa saja. Asal pilihan ibu. 

Saat kawin Anang belum punya pekerjaan tetap. Sambil menemani sang ibu ia mengurus PKB tingkat kecamatan.

Lalu jadi pengurus tingkat kabupaten. Akhirnya jadi ketua cabang. Ikut nyaleg. Berhasil.

Meski perjuangannya dari bawah Anang sama sekali tidak merasa kehilangan ketika minta berhenti sebagai ketua DPRD.

Demikian juga ibunda dan istrinya. "Ibu dan istri setuju saya berhenti dari jabatan ketua DPRD," katanya.

Berarti Anang tidak akan punya kendaraan dinas lagi. Itu juga tidak apa-apa. Selama ini ia punya mobil. Sederhana. Suzuki Ertiga. 

Siapa yang mengharuskan hafal Pancasila itu? Bukankah cukup mengerti isinya —ketuhanan, kebangsaan, persatuan, musyawarah, keadilan? 

Bukankah Bung Karno, si penggali Pancasila mengatakan Pancasila itu bisa diringkas menjadi Trisila? Lalu diringkas lagi menjadi Ekasila, yakni Gotong Royong? 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait