Kompor Politik

Kompor Politik

Program peralihan elpiji ke kompor listrik--(dokumen/radarkaur.co.id)

Angka pertumbuhan ekonominya diinginkan sampai 6 persen. Bahkan ada capres yang menjanjikan sampai 7 persen. 

Ambisi itu tidak mungkin dicapai kalau listriknya tidak disediakan. Harus dalam jumlah yang cukup.

Pertumbuhan penyediaan listrik harus 2 persen di atas pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.

Berdasar perhitungan itulah dibangun pembangkit listrik besar-besaran. Di Jawa.

Ternyata pertumbuhan ekonomi tidak sebesar yang diinginkan. Terjadilah kelebihan listrik di Jawa.

Sebenarnya pintar juga membuat program penggantian elpiji ke kompor listrik - -kalau memang dimaksudkan untuk itu. Agar kelebihan listrik tersebut terserap.

Tapi kepentingannya menjadi lebih urusan internal PLN. Kurang menyentuh ke soal kepentingan nasional yang lebih besar. 

Padahal, di balik kompor listrik itu, ada misi besar yang mulia yang seharusnya ditonjolkan: mengatasi impor bahan bakar. 

Mobil listrik untuk mengatasi impor bahan bakar minyak. Kompor listrik untuk mengatasi impor elpiji.

Ini menyangkut ketahanan nasional di bidang energi. Juga menyangkut kemandirian energi.

Listrik bisa dihasilkan dari batu bara. Dengan sangat murahnya. Kalau mau. 

Batubara tidak perlu dibuat. Tuhan sudah memberikan itu ke negara ini. Dengan jumlah yang sangat melimpah. Yang sekarang dieksploitasi habis-habisan untuk diekspor.

Impor elpiji, Anda sudah tahu: nomor dua terbesar yang membebani negara ini. Impor BBM juaranya.

Dua-duanya bisa diatasi oleh kemampuan kita sendiri. Dua-duanya tergantung keputusan kita sendiri.

Omong kosong bicara ketahanan energi kalau dua hal itu tidak diatasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: