Tragedi Prestasi

Tragedi Prestasi

Ahmad Husein Rahmadani, salah satu korban meninggal dunia--

Kanjuruhan diambil dari nama kerajaan abad ke-6 di sekitar Malang. Raja Kanjuruhan yang terkenal adalah Gajayana.

Polisi sudah benar dengan analisisnya. Panitia sudah benar dengan suratnya ke LIB. Juga sudah benar tidak mengalokasikan jatah kursi untuk suporter Persebaya.

Tapi toh terjadi bencana sepak bola yang demikian tragisnya: lebih 127 orang meninggal dunia. Itu angka terbesar kedua di dunia. Untuk sejarah kelam sepak bola.

Itu mengalahkan tragedi Heysel ketika Liverpool bertemu Juventus di final Piala Champion. Di tahun 1985. Yang meninggal 39 orang. Tragedi Kanjuruhan juga jauh lebih besar dari tragedi Hillsborough 15 April 1989. Yang sampai sekarang, hampir 35 tahun kemudian, masih terasa ngerinya: yang meninggal 96 orang. Yakni saat final piala FA Inggris antara Liverpool vs Nottingham Forest di kota netral Sheffield. Hanya kalah oleh tragedi Estadio Nacional, Peru, pada 1964 yang menewaskan 328 orang.

Kalau saya lihat video-video peristiwa Kanjuruhan yang beredar, tidak seharusnya tragedi Kanjuruhan terjadi. Biar pun Arema kalah 2-3 oleh Persebaya.

Tidak ada perang suporter –karena tidak ada supporter Persebaya. Bonek sendiri juga lagi kecewa dengan tim Persebaya –kalah beruntun, pun dengan tim seperti Rans United FC milik artis Rafi Achmad.

Wasit malam itu juga tidak terlalu menimbulkan kekecewaan penonton. Saya melihat banyak sekali kemajuan di perwasitan Indonesia: setidaknya sudah bisa banyak tersenyum.

Dulu ulah wasit sering jadi penyebab ketidakpuasan suporter. Kasus-kasus salah semprit memang  masih terjadi tapi sudah jauh menurun. Penempatan wasit tambahan di dekat gawang juga bagus sekali.

Wasit juga bukan faktor penyebab tragedi Kanjuruhan. 

Permainan tim Arema sendiri juga tidak mengecewakan. Memang, tumben, sempat kalah 0-2 di awal babak pertama, tapi segera menjadi 2-2 sebelum turun minum. Bahkan bisa mendominasi serangan di sepanjang babak ke-2.

Keberhasilan mengubah 0-2 menjadi 2-2 memang menimbulkan harapan besar untuk menang. Apalagi lantas mendominasi serangan. Bahkan boleh dikata, Arema sempat mengurung Persebaya.

Saya menyaksikannya di rumah secara live. Dua kali tendangan pemain Arema nyaris menjebol gawang Persebaya. Sayang masih mengenai tiang gawang.

Mendominasi serangan, mengurung, mengenai gawang adalah suasana yang membuat dada siapa pun sesak: kok tidak masuk-masuk. Padahal harapan mereka harus menang. 

Arema baru saja kalah di kandang sendiri: lawan Persib Bandung. Masak kalah lagi. Lawan Persebaya pula.

Maka gemes itu memuncak menjelang pertandingan selesai. Lemparan dari arah penonton mulai  beterbangan, termasuk ke arah kubu Arema sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: