Maka harus ditemukan cara baru. Ilmu baru. Terobosan baru: bagaimana harga BBM naik tanpa menambah angka kemiskinan.
Tentu saya pernah memikirkan itu. Secara mendalam. Sayangnya saya tidak mampu merumuskan teori baru.
Mungkin karena saya bukan ekonom. Lalu saya tunggu teori baru dari para ekonom. Juga tidak muncul.
Ide baru yang sering dibicarakan hanyalah: bagaimana agar penghematan dari subsidi BBM itu diarahkan untuk fokus mengatasi kemiskinan. Di atas kertas itu masuk akal.
Lalu dilaksanakan. Hasilnya belum kelihatan di angka-angka statistik.
Itulah sebabnya saya memilih jalan pintas ini: untuk mengurangi subsidi BBM janganlah gunakan BBM. Kita buat mobil listrik.
Itu 10 tahun lalu.
Gagal.
Anda sudah tahu hasilnya. Tidak bisa terwujud. Dan sampai sekarang kita masih harus berkutat dengan subsidi BBM. Sayang energi seorang presiden terlalu terkuras di soal ini. Sumpek. Untung Pak Jokowi masih sering bertemu relawannya. Bisa terhibur di situ.
Kini mobil listrik sudah mewabah di mana-mana. Presiden Indonesia 10 tahun ke depan bisa lebih ringan pikirannya.
Jadi, apakah harga BBM akan naik?
Tidak.
Naik.
Tidak.
Terserah. (Dahlan Iskan)