Kadang-kadang saya berpikir apakah kami ini sedang menjual sensasi?
Di saat lain saya berpikir tidak, kami sedang melayani publik, memberi rasa adil, memberi contoh bahwa keadilan bisa ditegakkan.
Rasa adil itu bisa hadir. Memang tidak mudah, tapi bisa.
Ketika sampai pada pemikiran seperti itu saya merasa tak salah memilih pekerjaan sebagai wartawan.
Saya merasa berguna menjalani profesi ini.
Pekerjaan kami mengawal kasus ini akan semakin panjang. Dan pasti akan semakin menarik.
Kami ada pada posisi yang kukuh untuk mengikuti dan mengejar ke manapun kasus ini bergerak dengan segala eksesnya.
Sementara itu, kesibukan di redaksi yang semakin padat, membuat saya bisa melupakan Suriyana.
Ah, dusta. Tak mungkin saya bisa lupakan dia.
Mengikhlaskan dia menjadi milik lelaki lain saja rasanya berat.
Tapi, bukankah saya sebenarnya tak pernah memiliki dia?
Dan dia pun mungkin tak pernah merasa memilikiku?
Saya masih berharap Suriyana membatalkan pertunangan dan pernikahan dia dengan Azeem.
Atau akan terjadi sesuatu sehingga rencana itu batal. Tak tahulah saya, cinta memang tak masuk akal, bikin imajinasi jadi jahat dan kejam.
Hati dan hari-hariku terisi dan terhibur oleh Inayah. Memenuh. Meneduh.
Dia adalah terjemahan lain dari cinta. Cinta yang membuatnya berimajinasi lain.