Adapun kuota untuk jeni bahan bakar tertentu (JBT) kerosene (minyak tanah) ditetapkan sebanyak 0.5 juta kilo liter.
"Untuk JBKP sendiri kuotanya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, kurang lebih 2,6 juta KL, hal ini didasari oleh tren konsumsi bulanan BBM Tahun 2022 yang sudah mendekati normal setelah mengalami penurunan saat pandemi," jelas Kepala BPH Migas Erika Retnowati di Jakarta, dikutif radarkaur.co.id dari laman resmi kementerian esdm, Minggu 8 Januari 2023.
Penetapan kuota BBM itu sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 191 Tahun 2014.
BACA JUGA:Ingat! H-5 Pendaftaran Beasiswa LPDP 2023 Dibuka, Segera Cek Jadwal dan Syarat Disini!
BACA JUGA:INFOGRAFIS BENCANA ALAM: Dampak Banjir, 2 orang Hilang, 73 Rumah Terendam, 1 Jembatan Rusak
Revisi Perpres untuk Pembatasan Pembelian
Disisi lain BPH Migas dan para pemangku kepentingan sedang melakukan usulan revisi terhadap Perpres RI nomor 191 tahun 2014.
Perpres itu mengatur tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, hal ini dimaksudkan agar JBT dan JBKP tepat sasaran.
Dimana dalam ketentuan nanti penyaluranBBM subsidi menggunakan aplikasi Mypertamina.
"Perbaikan regulasi melalui revisi perpres 191/2014, juga ditingkatkan pengendalian penyaluran BBM dengan pemanfaatan teknologi informasi, melalui pendaftaran konsumen pengguna pada web subsidi tepat, yang juga dapat diakses melalui aplikasi My Pertamina," tambahnya.
Aturan baru BBM pembelian pakai Mypertamina dimaksudkan agar BBM subsidi disalurkan tepat sasaran kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Sedangkan masyarakat ekonomi atas diwajibkan untuk membeli BBM Pertamina non subsidi. Atau membeli ke SPBU milik badan usaha swasta yang tidak mendapatkan subsidi
Diwacanakan bahwa kendaraan yang mendapatkan BBM Pertamina solar dan pertalite subsidi hanya untuk kendaraan 1.400 CC kebawah untuk mobil dan 250 CC ke bawah untuk motor.
Oleh sebab itu selama dalam pembahasan maka pertimbangan pemerintah terkait CC kendaraan dan kriteria lain akan jadi fokus utama. Sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat.
Harus ada kejelasan kriteria kendaraan apa saja yang dilarang atau diperbolehkan gunakan Pertalite dan Solar subsidi. Selain itu, keputusan itu tidak menimbulkan dampak sosial lain.