BACA JUGA:Cerita Rakyat Bangka Belitung: Legenda Pulau Kapal
BACA JUGA:Cerita Rakyat Bali: Asal Mula Selat Bali
"Setelah 1945, karakteristik dan struktur industri pertambangan Indonesia tidak banyak mengalami perubahan sebab ekstraksi sumber daya mineral tetap ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional," tulis Robert Siburian dalam "Pertambangan Batu Bara: Antara Mendulang Rupiah dan Menebar Potensi Konflik" (Masyarakat Indonesia, 2012).
Meningkatnya kebutuhan pasar internasional inilah yang membuat prospek bisnis batu bara di Indonesia semakin menjanjikan.
Saat Soeharto berkuasa, yang ditandai dengan semakin mudahnya investasi asing, penguasaan sumber daya alam oleh pihak swasta bukan lagi halangan.
Salah satu yang tertarik adalah Low Tuck Kwong.
BACA JUGA:Rekrut Guru via Marketplace, Sekolah Pilih Sendiri, Masa Kontrak Kerja PPPK Guru Dihilangkan
BACA JUGA:PT Pindad Produksi 4 Senjata Paling Diminati Dunia, No 3 Paling Gahar!
Kwong tumbuh dan besar di Singapura.
Ada kabar kalau selama hidupnya di sana ia belajar berbisnis di usaha ayahnya yang dikenal sebagai pebisnis ulung di bidang konstruksi.
Dalam situs resmi Bayan Group, pria kelahiran 1948 ini datang ke Indonesia pada 1972.
Kala itu ia masih berstatus sebagai Warga Negara Singapura.
BACA JUGA:Kisah dr Cipto Mangunkusumo, Indische Partij, Tuduhan Pembunuhan Raja dan Telik Sandi
Karena terlebih dahulu handal di bidang kontruksi, ia lantas mendirikan perusahaan kontraktor di Tanah Air bernama PT. Jaya Sumpiles Indonesia (JSI) setahun kemudian.
Kwong mengklaim kalau perusahaan yang bergerak di bidang pekerjaan umum ini menjadi perintis pekerjaan pondasi tiang pancang selama kurun 1980-1990-an.