Pada 1988, JSI putar haluan. Kwong mulai melirik potensi industri batu bara karena meningkatnya permintaan pasar internasional.
Alhasil, 10 tahun kemudian dan lima tahun setelah resmi jadi Warga Negara Indonesia, tepatnya pada 1997, terjadilah kontrak dan pengakuisisian dua perusahaan batu bara, yakni PT. Gunung Bayan Pratamacoal (GBP) dan PT. Dermaga Perkasapratama (DPP).
BACA JUGA:Kisah dr Cipto Mangunkusumo Pernah Usul Raja Kasunanan Surakarta Pensiun
BACA JUGA:Pemerintah Sepakat Hapus Masa Kontrak Kerja PPPK, Marketplace Guru dan Poin-Poin Pentingnya
PT. Gunung Bayan Pratamacoal (GBP) adalah perusahaan milik Haji Asri yang telah jadi pemain lama di sektor batu bara Kalimantan Timur.
Kwong membeli sahamnya seharga Rp 5 Miliar.
Belakangan, Kwong menyatukan dua perusahaan itu menjadi satu perusahaan induk: PT. Bayan Resources Tbk (BYAN).
Sejak saat itulah, BYAN memiliki hak eksklusif pertambangan dari pemerintah Indonesia.
BACA JUGA:Kuliah Sambil Usaha, Mahasiswa asal Kaur Sukses jadi Peternak Ayam Jago
BACA JUGA:KASIHAN! Honorer diangkat PPPK, Masa Kerja justru jadi Nol, Sistem Kontrak Wajib Dihapus
Pada 2021, perusahaannya menerima lima kontrak dan tiga kuasa pertambangan dari pemerintah Indonesia.
Total konsesinya mencapai 81. 265 hektar.
Kini di tengah situasi global tidak menentu, Kwong ibarat tertimpa duran runtuh.
Meningkatnya harga batu bara di pasar global berarti meningkatkan pula harta kekayaan Kwong.
Terbukti, Forbes menempatkannya sebagai orang terkaya di Indonesia pada 2022 menyingkirkan Hartono bersaudara yang sudah memegang mahkota itu sejak 2008.
Memang, ia juga berbisnis di sektor teknologi, tetapi batu bara tetap menjadi tulang punggung utama kekayaan Kwong.***