RADARKAUR.CO.ID - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 09/Ijtima Ulama/VIII/2024 menyatakan Hukum Memanfaatkan Hasil Investasi Setoran Awal BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dari para Calon Jemaah Haji untuk Membiayai Haji Jemaah lain adalah haram.
Karena itu MUI meminta pemerintah melakukan perombakan sistem pengelolaan dana haji supaya memenuhi ketentuan syariah.
Jadi, melakukan cara pembiayaan seperti itu adalah berdosa.
Pengelolaan dana haji yang menumpuk karena pemberangkatan calon jemaah haji harus menunggu antrean yang cukup lama dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam jumlah yang menggunung.
BACA JUGA:Indonesia Juara Piala AFF U-19 2024, Kalahkan Thailand 1-0 Lewat Gol Jens Raven
BACA JUGA:Babak Satu Final Piala AFF U-19 2024, Jens Raven Bawa Indonesia Unggul Atas Thailand
Putusan hukum yang pertama dari MUI ini menyatakan dana untuk membiayai penyelenggaraan haji untuk jemaah lainnya itu haram.
Kedua, cara pelaksanaan pembiayaan untuk ibadah haji bagi jemaah laimnya itu adalah perbuatan yang berdosa.
Konsensus Ulama MUI ini dinyatakan pada hari Selasa, 23 Juli 2024.
Menurut Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, soal fatwa haram mengunakan dana hasil investasi dana haji tersebut.
Karena hasil investasi dana haji yang diperoleh setiap tahun harus dibagi rata untuk semua jemaah haji yang sedang menanti antrean menunggu keberangkatan dirinya.
Jadi, pemotongan dana hasil investasi sebesar Rp 7,45 triliun sekitar 70 persen dari jumlah hasil invedtasi sebesar Rp 10,63 triliun itu caranya tidak bisa dibenarkan.
Bagaimana mungkin hasil dana dari uang jemaah haji yang mengendap itu karena lama menunggu antrean hanya dibagi sebesar Rp 3,17 triliun saja.