Setelah memenangkan pemilu 2020, Biden menghadapi tantangan besar berupa polarisasi politik ekstrem antara Partai Demokrat dan Republik.
Meski mendapat dukungan kuat dari progresif, Biden justru menyusun kabinet yang relatif moderat dengan melibatkan tokoh-tokoh berhaluan tengah dan mantan pejabat dari era Obama.
Keputusan ini diambil untuk meredam ketegangan dan memastikan transisi kekuasaan berjalan lancar.
Strategi ini membuahkan hasil, Biden berhasil meloloskan beberapa kebijakan penting, termasuk paket pemulihan ekonomi dan reformasi infrastruktur, meski harus berkompromi dengan oposisi.
Namun, seperti halnya Prabowo, Biden juga mendapat kritik dari kubu progresif yang menganggap dirinya terlalu kompromistis dan gagal memenuhi janji perubahan radikal.
Mengalah untuk Menang, Strategi atau Kelemahan?
Pilihan Prabowo untuk merangkul loyalis Jokowi dan oligarki tambang mungkin terlihat sebagai bentuk kelemahan di mata sebagian publik.
Namun, bisa jadi ini adalah langkah strategis untuk menjaga keseimbangan politik dan menghindari kekacauan di awal pemerintahannya.
Sama seperti Yudhistira dalam pewayangan yang memilih mengalah demi mempertahankan perdamaian, Prabowo tampaknya meyakini bahwa kesabaran adalah kunci dalam menghadapi lawan politik yang kuat.
Bagi Prabowo, langkah ini mungkin bukan soal tunduk atau kalah, melainkan soal mengulur waktu hingga publik melihat dengan jelas siapa yang sebenarnya berambisi mempertahankan kekuasaan.
Dalam konteks ini, Prabowo tampaknya menaruh harapannya pada persepsi jangka panjang rakyat, bahwa stabilitas lebih penting daripada konfrontasi di awal masa kepemimpinan.
Strategi ini menempatkan Prabowo dalam posisi unik.
Dia tampaknya memahami bahwa kemenangan sejati bukan hanya soal menguasai kekuasaan secara langsung, tetapi juga soal memenangkan hati dan kepercayaan rakyat dalam jangka panjang.
Sama seperti Joe Biden di AS atau Jokowi pada 2014, Prabowo memilih jalan kompromi jalan yang penuh risiko, tapi juga penuh potensi kemenangan di masa depan.
Kepemimpinan Berbasis Keseimbangan
Susunan kabinet Prabowo-Gibran mungkin mengecewakan sebagian publik yang berharap perubahan besar.