RADARKAUR.CO.ID - Hari Pahlawan 10 November bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi sebuah simbol keberanian yang terus hidup di tengah perjuangan rakyat Indonesia.
Tahun 1945, semangat heroik arek-arek Suroboyo berkobar melawan kekuatan Sekutu demi mempertahankan kemerdekaan.
Kini, semangat perlawanan rakyat tersebut masih terasa dalam upaya rakyat di berbagai daerah untuk mempertahankan hak mereka dari dampak pembangunan yang sering kali merugikan.
Di Morowali, misalnya, masyarakat adat berjuang mempertahankan tanah mereka dari aktivitas tambang besar-besaran yang merusak hutan dan mencemari sungai sumber kehidupan mereka.
BACA JUGA:Viral Video Deklarasi Partai Perubahan, Anies Bikin Statemen Menarik
BACA JUGA:Dibahas Dalam Debat Kandidat Pilkada Kaur 2024, Ini Realita Kondisi Listrik di Kaur
Mereka khawatir akan kehilangan akses terhadap lahan pertanian dan sumber daya alam yang selama ini menjadi penopang hidup.
Di Tangerang, Serang, Banten, proyek PIK 2 di pesisir telah berdampak buruk bagi masyarakat sekitar, reklamasi besar-besaran telah mengubah ekosistem pesisir dan menurunkan kualitas hidup warga lokal.
Di Kalimantan, alih fungsi lahan untuk perkebunan dan tambang mengancam hutan tropis yang menjadi rumah bagi masyarakat adat dan habitat satwa langka.
Di Papua, masyarakat adat terus menghadapi proyek-proyek besar yang mengekspolitasi tanah mereka tanpa memperhatikan kesejahteraan warga setempat.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Hapus Utang Petani, Nelayan Hingga UMKM, Ini Syaratnya
Perlawanan rakyat ini adalah bentuk cinta mereka pada tanah air.
Namun, mereka sering kali tidak mendapat dukungan pemerintah, yang seharusnya berdiri di sisi rakyat, bukan pihak-pihak yang lebih mementingkan keuntungan semata.
Hari Pahlawan 10 November ini diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk berpihak pada rakyat.