Rancangan Peta Jalan Pendidikan Tidak Jelas

Rancangan Peta Jalan Pendidikan Tidak Jelas

JAKARTA – Peta Jalan Pendidikan (PJP) 2020-2035 yang tengah dirancang oleh Kementerian Pendidikan dana Kebudayaan (Kemendikbud) dinilai tidak berlandaskan latar belakang pemikiran dan kajian akademis yang jelas. Pernyataan tersebut diungkapkan langsung Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR yang digelar secara virtual, Selasa, 19 Januari 2021. “Peta Jalan Pendidikan harus disusun berdasarkan potret dunia pendidikan Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Rote sampai Miangas. Itu adalah potret pendidikan nyata keberagaman, kesulitan itu belum menjadi landasan untuk menyusun PJP,” kata Unifah. Selain itu, kata Unifah, pihaknya tidak menemukan konsep peta jalan yang berkaitan dengan aspek peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Pasalnya, rancangan PJP yang dirancang terlihat kurang berdasarkan bukti, pragmatis, dan terlalu teknis. “Justru saya melihat rancangan Kemendikbud ini seakan-akan Indonesia baru akan memulai perjalanannya di dunia pendidikan. Banyak arah kebijakan yang belum jelas apa yang ingin dicapai,” ujarnya. Di sisi lain, kata Unifah, langkah Kemendikbud yang sering ingin mengacu pada Programme for International Student Assessment (Pisa) juga dirasa masih kurang greget. Sebab, masih banyak poin penting lainnya yang mesti digali. “Hal yang perlu dipertimbangkan adalah dengan berpegang kepada sebuah ukuran yang relevan dengan masalah sosial budaya yang real di masyarakat,” terangnya. Untuk itu, Unifah menuturkan, bahwa ada empat faktor utama yang bisa mendorong transformasi peningkatan mutu pendidikan dalam PJP. Perhatian yang lebih terhadap guru harus menjadi tema besar dalam perbaikan mutu pendidikan. “Faktor pertama yang diperhatikan yakni guru harus memiliki standar pendidikan serta kurikulum yang relevan dengan perubahan zaman yang cepat. Dengan begitu, kualitas guru agar kualitas sistem pembelajaran sekolah dapat dikelola dengan baik,” tuturnya. Perhatian kedua, yakni peningkatan kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Sebab, mutu dari pendidikan bagi guru harus diperkuat agar sistem pendidikan tak semakin terpuruk. “Di dalam PJP ini, guru hanya tempelan, bukan menjadi priority. Kalau itu tidak serius, maka mutu pendidikan kita tidak akan sampai pada apa yang kita inginkan,” tegasnya. Selain itu, lanjut Unifah, sistem pembenahan guru berkelanjutan juga perlu diperhatikan. Sebab, tidak hanya pelatihan sekitar lima sampai tujuh hari. Terlebih lagi, tidak semua guru mendapatkan pelatihan. “Asesmen berdasarkan standar pendidikan harus jelas dan terukur. Sebab, keempat komponen tersebut saat ini tidak disinggung dalam peta jalan pendidikan,” imbuhnya. Unifah juga melihat, pemerintah melakukan perbandingan pendidikan antarnegara namun hanya melihat dari sisi output-nya saja. Menurutnya, tidak tepat jika pemerintah hanya membandingkan hasil pendidikan nasional dengan negara lain. “Kalau sekarang kita bicara benchmark Finlandia, Jerman, dan katakanlah Singapura, kita tidak pernah mem-benchmark kebijakan yang dilakukan,” tuturnya. “Padahal, transformasi pendidikan tidak pernah terlepas dari kebijakan pemikiran. Jika memikirkan hasilnya saja, Indonesia akan terjebak pada keinginan untuk melompat ke masa depan tanpa mengukur capaiannya di masa lalu,” sambungnya. Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menambahkan, bahwa Indonesia harus memiliki peta jalan pendidikan secara mandiri. Namun, tak perlu meniru peta jalan pendidikan negara lain. “Tidak harus ‘mencangkok’ pendidikan di negara-negara lain, karena kebesaran negara ini, kebesaran bangsa ini sesungguhnya sebesar apa yang sudah diwariskan oleh founding fathers dan mothers khususnya di dunia pendidikan,” kata Huda. Menurut Huda, kebesaran sosial dan budaya Indonesia saat ini cukup sebagai modal membangun pendidikan terbaik di masa-masa yang akan datang. Dengan begitu, dunia pendidikan Indonesia tak melulu harus berkaca dari luar negeri. “Bagi saya meniru entitas negara lain tak lebih dari sekadar mengikuti pasar. Ketika tindakan meniru itu diteruskan, Indonesia tak akan pernah menemukan jalan pendidikannya sendiri,” terangnya. Sementara itu, Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (PLKP) minilai, PJP yang dirancang Kemendikbud tidak mengakomodasi pendidikan nonformal dan informal. Untuk itu, pihaknya meminta PJP untuk direvisi kembali. “Konsep PJP ini harus direvisi, karena tidak memperhatikan peran penting pendidikan informal dan nonformal. PLKP siap melakukan unjuk rasa jika peta jalan pendidikan tak direvisi,” kata Wakil Ketua Umum Forum PLKP, Arfinus Proto. Menurut Arfinus, konsep pendidikan saat ini hanya fokus pada pendidikan formal. Terlebih, konsep peta jalan ini lebih fokus pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. “Kalau ada vokasi hanya sebatas SMK dan perguruan tinggi vokasi. Padahal, kontribusi pendidikan nonformal dan informal tertera dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003,” pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: