Bukan Gugat
BELUM pukul 04.30, Prof Dr med Puruhito dr SpB-BTKV(K) sudah mengirim komentar. Soal Disway edisi kemarin: Mikra Gugat. Tentang rendahnya mutu perguruan tinggi kita, terendah di anggota G20.
"Apakah ada jaminan kalau dana riset ditambah?" tulis perintis ahli bedah jantung Indonesia itu.
Memang dana riset 0,1 persen dari PDB itu kecil sekali. "Itu pun 60 persen di sektor pemerintah. Dan serapannya tak terlalu besar. Tak banyak peneliti yang memanfaatkan," tulisnya.
BACA JUGA:Mikra Gugat
Puruhito ilmuwan kedokteran terkemuka Surabaya. Ia sudah melakukan bedah jantung terbuka sejak tahun 1973.
Guru Besar Emeritus Unair itu setuju pendapat bahwa menjadi peneliti murni tidak bisa untuk hidup layak. Peneliti harus mencari proyek lain.
Tapi Puruhito memikirkan yang lebih mendasar. Soal aturan Tridharma Perguruan Tinggi. Itu juga merepotkan. Harus mengajar, meneliti dan pengabdian ke masyarakat. Sekaligus. Bersama-sama.
Saya jadi ikut bertanya: bagaimana sejarah lahirnya Tridharma Perguruan Tinggi itu. Dan apakah konsep itu masih relevan untuk perkembangan zaman sekarang.
Ilmuwan lain juga saya hubungi. Namanya: Biiznillah. Saya diminta menulis pengantar untuk buku barunya: Sengketa Tuhan dan Kebenaran.
BACA JUGA:Lebih Sulit
"Aspek hukum dan hak asasi tidak menjamin kebebasan berpikir di kita," katanya.
"Kita banyak kehilangan kesempatan untuk melahirkan orang seperti Tan Malaka," tambahnya.
Menurut Biiznillah, banyak pemikiran yang dianggap tabu dan dilarang. Misalnya soal teori evolusi.
Pemikiran Biiznillah, Anda sudah tahu, sering dianggap menggugat doktrin apa saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: