Oleh: Nilla A Asrudian
NUNING dengan cepat menyusupkan wajah di bawah ketiak ibunya. Ia merasa takut. Namun, rasa penasaran membuatnya sesekali mengintip. Tak jauh, tampak seorang nenek tergeletak bersama barang belanjaannya, diam tak bergerak di bawah lapak penjual tempe. Di sebelah kanan dan kiri lapak, pedagang tahu dan pedagang bumbu rempah bergegas membereskan dagangannya, menjauh dan memindahkan sementara dagangan mereka ke sebuah lapak kosong.
Orang-orang di dalam pasar berkerumun dalam jarak dua-tiga meter, menyorongkan ponsel mereka ke arah sang nenek, mengambil foto ataupun merekam video. Ada pula yang menambahkan laporan mirip wartawan peliput berita.
"Kenapa itu, Mak?" suara Nuning bergetar karena takut.
"Tidak tahu. Mungkin nenek itu belum sarapan, lemas, lalu jatuh."
"Kenapa tidak ditolong?"
"Tidak tahu," kata ibunya seraya melepaskan tangan Nuning yang sedari tadi mencengkeram pinggangnya.
"Mati mungkin, Mak?"
"Mungkin."
"Kita tolong saja, Mak. Mungkin tidak mati."
"Hush, biarkan saja. Itu orang-orang juga diam saja. Mungkin Pak Satpam pasar yang akan membantunya. Ayo, kita pulang."
"Sudah habis dagangan kita, Mak?"
"Tinggal tiga gorengan bakwan saja. Nasi kuning dan tempe goreng habis."
"Lekas, buang air di ember dan masukkan gelas-gelas ke dalamnya! Kita pulang."
"Siang nanti kamu kan harus sekolah."