Di kantor, setelah Bang Eel, saya pemilik ponsel nomor 2.
Dia memberi Ericsson sebesar ulekan dan kartu perdana yang harganya tak akan saya beli dengan uang gaji saya.
Banyak pekerjaan terbantu dengan alat komunikasi dan teknologi baru ini.
Tapi bagiku ini seperti mesin baru, mesin yang lain lagi yang mengatur dan menyeret hidupku ke arah lain.
Bang Jon tak jadi bergabung di koran baru.
Ia bikin majalah mingguan, yang banyak memberi porsi khusus berita-berita kriminal.
Dimodali pengusaha mobil dan eksporter pasir.
Ia tak terlalu yakin ketika mengajakku bergabung, mengingat penolakanku sebelumnya.
Ia juga tak bertanya soal Nenia yang setelah kejadian malam itu, saya lihat sering ke mana-mana bersama Bang Eel.
Saya dengan Bang Jon dan Bang Eel sempat bertemu dan marah-marahan soal Nenia itu.
Saya tak pedulikan.
Bukan urusan saya.
Beberapa kali dia bawa mampir ke kantor redaksi kami.
Saya berusaha berusaha menjaga kewajaran ketika bertemu dengannya, seakan tak pernah ada apa-apa, tapi ya memang tak ada apa-apa.
Kabar tentang penerbitan koran baru, menyusul mesin cetak baru yang kami punya makin santer.
Dinamika Kota sedang dipersiapkan dengan serius.