Saya sekali diajak rapat persiapan. Hanya jadi pendengar.
Itulah saat pertama kali saya berada dalam satu ruangan dalam waktu yang lama bersama CEO grup kami Indrayana Idris.
Hari itu langsung terbang dari Surabaya dan akan terus menyeberang ke negeri jiran itu.
Bicaranya cepat.
Retorikanya membuat gagasannya mudah dipahami dan disetujui.
Saya seperti mendapat konfirmasi dari kesan tentang ia yang kutangkap dari tulisan-tulisannya yang kami muat di koran-koran kami.
Ia paparkan nanti bagaimana strategi dua koran itu dijalankan.
“Di Amerika di tiap kota selalu ada dua koran yang kuat, satu koran umum, satu koran metro. Kita tiru itu. Metro tetap jadi koran kriminal, seperti sekarang, dinamika nanti akan jadi koran umum. Tentu akan terjadi persaingan, tapi itu sehat, malah tak bagus kalau tak ada kompetisi. Terlena nanti. Tak ada ukuran. Kalau pun kita tak bikin koran, grup kompetitor pasti akan masuk,” kata Pak IDR.
Saya teringat tawaran Bang Jon. Saya membayangkan ketegangan seperti apa nanti yang akan terjadi antara dua koran kami itu.
Siapa yang akan kelola ”Dinamika Kota”?
Pasti orang-orang baru. Orang-orang hebat yang telah sukses di daerah lain dan dikumpulkan nanti di situ.
Koran Metro di grup kami adalah koran nomor dua.
Kelasnya beda dengan koran umum.
Berhasil di koran metro, seperti yang sekarang kucapai, belum tentu bisa berhasil di koran umum.
Pada hari rapat itu, Pak IDR, ini panggilan kami kalau menyebut CEO kami itu, seperti kode pada dalam berita yang ia tulis sejak reporter, dan saya kira itu diambil dari tiga huruf di nama keduanya itu, beliau bicara tentang peresmian Maestrochip Corp.
Yang tak sampai seminggu lagi.