4. ACTION
Inti dari action atau eksekusi dalam liputan investigasi sebenarnya “hanya” ada 2 tahap:
1. Mencari bukti fisik
2. Mencari kesaksian yang mendukung bukti tersebut
Sedangkan, tindakan dalam melakukan liputan investigasi memiliki dua tahap, yaitu:
* Tahap 1 : Mencari Bukti Fisik
Bagi wartawan media cetak, bukti fisik bisa berupa dokumen, foto, atau hasil observasi lapangan. Dokumen (kertas) atau arsip adalah material idola bagi semua wartawan investigasi media cetak.
Tapi bagi wartawan televisi, bukti fisik identik dengan rekaman video atau footage, baik yang diperoleh dari pihak lain maupun hasil tangkapannya sendiri.
Sementara bagi wartawan radio, bukti fisik yang diidam-idamkan adalah rekaman suara (audio).
Untuk mendapatkan bukti fisik dan kesaksian, dikembangkan berbagai metode investigasi.
Seperti melacak keberadaaan dokumen (paper trail), melacak orang (people trail) atau menelusuri aliran uang (money trail-follow the money).
Metode itu kemudian diturunkan dalam bentuk teknik investigasi, seperti penyamaran, observasi, pengintaian (surbeillance), penempelan (embedded) atau pembauran (immerse). Termasuk dalamnya teknik melakukan wawancara atau menggali informasi.
* Tahap 2: Mencari dan Mengumpulkan kesaksian
Inti dari kerja investigasi adalah dua hal saja: tahap mencari bukti isik dan tahap mengumpulkan kesaksian, yang keduanya bisa dibolak-balik. Dalam mengumpulkan kesaksian, jurnalis bisa menggunakan metode people trail.
Secara empiric, jenis narasumber yang biasa ditemui dalam jurnalisme investigasi adalah sebagai berikut:
1. Narasumber petunjuk, whistle blower, orang dalam, the insider.
2. Narasumber utama (primer): pelaku, saksi mata.
3. Narasumber pendukung (sekunder): informan, pemberi informasi latar belakang (backround info), sumber-sumber formal (resmi).
4. Narasumber ahli (expert source): membantu informasi dan pemahaman teknis bidang tertentu dalam sebuah kasus.
Untuk mendukung alat bukti yang sudah diperoleh, maka pada tahap ini wartawan dapat menggunakan metode people trail dengan tujuan untuk mencari orang yang dapat membantu memecahkan masalah.
Artinya wartawan dapat menggali informasi dengan menggunakan teknik wawancara 5W+1H baik secara door stop (mencegat narasumber), sitting down interview (wawancara santai), atau smoking gun interview (wawancara tembak langsung).
Narasumber yang biasa ditemui dalam liputan investigasi yaitu narasumber petunjuk, narasumber utama (primer), narasumber pendukung (sekunder), dan narasumber ahli (expert source).
Bila Gagal Menembus Narasumber
Bila mendapatkan narasumber yang tidak ingin dijumpai, namun jurnalis harus tetap berupaya maksimal, sampai titik tertentu menerima kondisi tersebut.
Publikasi Tanpa Konfirmasi?
Kegagalan menembus narasumber bukan akhir segala, yang penting adalah publik mengetahui upaya yang sudah kita lakukan. Karenanya, publikasi tanpa konfirmasi bukan sebuah hal yang tabu.
Namun paling penting, perlu dipaparkan bagaimana usaha jurnalis untuk mendapatkan konfirmasi itu. Narasumber juga berhak untuk sekedar “tutup mulut” atau bahkan tidak ingin menemui wartawan.
Sitting Down Interview
Tugas investigasi bukan memenjarakan atau menjebak seseorang. Tugas investigasi adalah memaparkan sebuah persoalan segamblang-gamblangnya, termasuk dari pihak yang kita duga melakukan kejahatan publik.
Sitting down interview atau wawancara “duduk tenang” adalah sebuah sesi yang digunakan wartawan untuk bisa menggali sedalam-dalamnya informasi dan keterangan versi seorang narasumber, meski dalam hipotesa atau bukti-bukti awal yang diperoleh, dia patut diduga bersalah.
5. TEKNIK PELIPUTAN INVESTIGASI
Teknik peliputan yang dimaksud dalam bab ini adalah pekerjaan-pekerjaan verifikasi dalam jurnalistik.
Dimana jurnalis turun ke lapangan untuk menguji hipotesanya, mencocokan data dengan realita, mencari dan menelusuri sesuatu (material trail), atau membuktikan sendiri sebuah eristiwa (baik pancaindera sendiri atau bantuan alat seperti kamera atau perekam).
Untuk mendapatkan data dan fakta, terkadang wartawan perlu melakukannya dengan cara menyamar atau berkamuflase.
Ragam Teknik Penyamaran
Jenis teknik penyamaran yang digunakan saat peliputan investigasi, yaitu:
* Penyamaran Melebur (immerse): Wartawan melakukan peliputan membaur atau melebur dengan objek yang akan diliputnya.
* Penyamaran Menempel (embedded): Wartawan melakukan peliputan menyamar sebagai bagian dari kelompok tertentu yang berinteraksi dengan target.
* Penyamaran Berjarak (surveillance): Wartawan menggunakan jarak dalam penyamarannya. Jarak yang dimaksud tidak hanya jarak yang bisa diukur melainkan juga berkaitan dengan jarak sosiologis maupun psikologis.
* Observasi adalah bagian dari tahap verifikasi (tahap mencari bukti). Dalam observasi jurnalis harus menggunakan pancaindera untuk media cetak, atau rekaman video untuk media televisi atau audio untuk radio.
* Mengecoh (Decoying). Teknik digunakan bila kita ingin mendapatkan akses suatu informasi yang berada dipihak tertentu, tapi mereka cenderung ragu atau menutupinya (karena satu dan alasan lain). Namun pihak tersebut sebenarnya tidak anti-media. Mereka akan terbuka terhadap informasi atau kases atas hal lain, tapi bukan jenis informasi atau akses yang kita mau. Disinilah teknik decoying bisa membantu.
* Lempar Liputan, Sembunyi Tangan. Upaya untuk kebocoran, sebab di ruang redaksi media terkadang tidak steril dari kaki tangan pihak luar. Entah itu TOR yang bocor dan jatuh ke tangan orang luar. Atau naskah yang belum dicetak, tapi sudah diketahui oleh pihak lain.
* Wawancara Palsu ala Astro Awani. Itulah teknik peliputan yang dilakukan tim Astro Awani. Teknik yang bisa dikembangkan melalui improvisasi di lapangan oleh siapa saja, asal memiliki kemauan dan semangat berkerja demi kepentingan umum.
6. MENGEMAS LAPORAN INVESTIGASI:
Mendapatkan materi liputan (gathering) adalah satu hal, dan mengolah lalu menyajikan ke publik adalah hal lain (production/processing).
Overview: Radio, Cetak dan Televisi
Setiap media memiliki karakter yang menjadi kelebihan sekaligus kelemahannya. Karena itu tidak semua jenis isu bisa maksimal dihadirkan di media tertentu. Hal tersebut turut memengaruhi strategi pengemasannya.
Wartawan investigasi harus memahami realitas dan fleksibilitas media yang akan menayangkan karyanya, sehingga pengemasan, teknik penulisan, dan strategi penyampaian isi kepada publik akan tepat sasaran.