Oleh: Dahlan Iskan
MUKTAMAR Partai Komunis Tiongkok berakhir kemarin. Perubahan konstitusi tentang penghapusan pembatasan masa jabatan presiden diterima sebagai salah satu putusan.
Hanya itu berita yang keluar dari arena muktamar. Sepanjang hari kemarin ada lima judul berita di surat kabar di sekitar muktamar. Tiap judul isinya hanya satu alinea. Lebih pendek dari edisi terpendek Disway Rabu lalu yang 4 alinea.
Misalnya judul Muktamar Ke 20 Partai Komunis Tiongkok Berakhir. Isinya ya hanya itu. Atau judul Perubahan Konstitusi Diterima di Muktamar. Tidak ada informasi lain selain yang ada di judul itu.
Yang sedikit agak panjang berita mengenai ucapan selamat dari negara-negara lain. Umumnya dari negara Afrika. Disertai pujian atas sukses ekonomi Tiongkok selama 10 tahun terakhir.
Satu-satunya ucapan selamat dari negara Asia adalah dari Thailand.
Mungkin baru hari ini negara lain menyusul. Biasanya negara-negara blok Barat tidak memberi ucapan selamat.
Memang selama 10 tahun masa jabatan Xi Jinping, GDP Tiongkok naik lebih 100 persen. Itu kalau dinilai dalam yuan. Yakni dari 47 triliun yuan menjadi 114 triliun yuan. Tidak ada negara lain yang GDP-nya bisa naik dua kali lipat seperti itu.
Lihatlah angka capaian Xi Jinping ini:
Tahun 2012, ketika mulai menjabat presiden, GDP Tiongkok USD 6.301.
Tahun 2022, di akhir masa jabatan kedua Xi Jinping GDP Tiongkok mencapai USD 12.000.
Persentase pertumbuhan dalam dolar memang sedikit rendah dibanding dalam yuan.
Saya perlu mengutip pertumbuhan GDP Indonesia selama 10 tahun terakhir. Sekadar untuk melihat begitu cepatnya kenaikan GDP Tiongkok.
Tahun 2012, GDP Indonesia USD 3.694 triliun. Tahun 2021 menjadi USD 4.349 triliun. Bahkan GDP tahun 2022 ini mungkin turun sedikit.
Apalagi kalau kurs rupiah terhadap dolar terus merosot. Besaran GDP dalam dolar pun menurun.