Itulah mengapa sawit menjadi pilihan bagi Indonesia.
"Alhamdulillah, kita tanaman sawitnya sangat melimpah karena lahannya memang cocok di Indonesia. Bisnisnya juga sudah berkembang sejak lama dan supply chain nya sangat bagus sehingga sawit lah yang menjadi pilihan," ujar Feby.
"Kami berharap teman-teman mahasiswa memberikan kontribusi dalam pengembangan bioenergi berbasis sawit. Baik itu melalui pengembangan inovasi teknologi dan produk bioenergi berbasis sawit yang reliable, efisien dan kompetitif," lanjut Feby.
Kami juga mengharapkan universitas dapat menumbuhkan dan merangsang terciptannya ahli-ahli profesi di bidang berbasis sawit serta melakukan kajian terintegrasi pengembangan bioenergi berbasis sawit", pungkas Feby.
Untuk diketahui, program BBM campur kelapa sawit telah dijalankan sejak tahun 2008, dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%.
BACA JUGA:Provinsi Bengkulu Termiskin Kedua di Sumatra, Ini 6 Wilayah Penduduk Miskin Terbanyak
Kemudian, program tersebut berhasil dan meningkatkan kadar biodiesel secara bertahap ditingkatkan hingga 7,5% rentang waktu 2008 sampai dengan 2010.
Lalu, pemerintah juga terus meningkatkan kadar biodiesel secara bertahap dari 10% sampai 20% yang lebih dikenal B20.
Akhirnya, dengan beleid Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, persentase biodiesel ditingkatkan menjadi B30.
Di samping itu, dia juga memastikan bahwa kebutuhan minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) untuk produksi biodiesel sejauh ini masih aman.
Pasalnya, kapasitas produksi Biodiesel dalam negeri mencapai 17,14 juta kilo liter (kl).
"Kesiapan bahan baku industri biodiesel sudah mencapai 17,14 juta KL, bahan baku untuk biodiesel cukup semoga program ini berjalan," kata Dadan.
Selain, melihat dari kesiapan regulasi dan kesiapan bahan baku, pemerintah saat ini juga tengah mempersiapkan dari sisi spesifikasi dengan para pihak terkait.