Di antara mereka terdapat Syekh Yusuf al-Makassari selaku penasihat pemimpin Banten tersebut.
Sementara itu, Sultan Abdul Qahar berkirim surat kepada gubernur jenderal Belanda.
Isinya mengabarkan lokasi persembunyian mereka dengan kutipan bahwa ayahnya akan dibawa ke Surosowan.
Di saat yang sama, dia pun mengirim surat melalui kurir kepada Sultan Ageng Tirtayasa di Sajira.
Sultan yang telah berusia lanjut itu tidak menaruh kecurigaan terhadap isi surat anaknya ini.
Maka berangkatlah dia ke Surosowan pada Maret 1683.
BACA JUGA:Tantang Ratu Belanda, Sultan Agung Mataram Hanyakrakusumo 2 Kali Gempur Batavia
Sesampainya di sana, pasukan Kompeni sudah siap sedia untuk menangkap Sultan Ageng Tirtayasa.
Demikianlah, pemimpin Banten yang amat dicintai rakyatnya itu harus menghabiskan sisa usia di dalam penjara.
Satu tahun kemudian, Syekh Yusuf al-Makassari dan para pendukung lainnya dari Tirtayasa dapat ditahan Belanda pula.
Sultan Abdul Qahar barangkali mengira dengan penahanan atas lawan-lawan politiknya itu, maka kekuasaannya terpulihkan.
BACA JUGA:Cawe-Cawe Ratu Belanda Pada Harta Kekayaan Low Tuck Kwong, Orang Terkaya RI
Pada akhirnya, Kesultanan Banten tidak lebih dari bawahan Belanda.
Pada 17 April 1684, dia menandatangani kesepakatan yang terdiri atas 10 pasal dengan Kompeni.
Sejak saat itu, kejayaan Banten redup redam ditelan gurita monopoli dagang VOC.
Pulau Jawa yang dahulu mati-matian dilindungi balatentara Fatahillah dari rongrongan asing, kini berubah menjadi kebun raya raksasa yang dihisap kolonialisme Belanda.***