Kedaulatan Republik Indonesia kemudian didapat sesuai dengan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar di Den Haag Belanda, pada bulan Desember 1949.
KMB itu sendiri merupakan hasil lobi politik Indonesia ke berbagai negara Dunia, khususnya negara-negara Muslim.
Negara-Negara yang mendukung Kemerdekaan RI itu kemudian mengecam Tindakan Agresi Militer Belanda dan menuntut supaya segera dilakukan perundingan.
Atas desakan yang demikian gencar itu, Belanda kemudian mengundang Republik Indonesia dan Badan Permusyawaratan Federal atau Bijeenkomst Federal Overleg (BFO) melakukan perundingan yang dimulai pada tanggal 12 Maret 1949 di Den Haag Belanda.
BFO merupakan sebuah organisasi negara-negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) dibentuk oleh Belanda di Bandung pada 16 Juli 1947.
Pada saat itu, Soekarno bersikeras tidak kan menghadiri undangan perundingan tersebut jika Pemerintah RI tidak dikembalikan ke Yogyakarta.
BACA JUGA:Penyebab Suhu Dingin Pagi dan Malam Hari, Ini Kata BMKG
Disisi lain, BFO semula berniat untuk menghadiri undangan, namun kemudian batal karena perwakilan Pemerintah Republik Indonesia tidak datang.
Ketidakhadiran Pemerintah RI itu karena Belanda menolak mentah-mentah permintaan Soekarno, hingga perundingan menemui jalan buntu.
Para negara sahabat Republik Indonesia kemudian mendesak agar PBB mengambil alih agar perundingan dapat terlaksana.
Melalui sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 11 Maret 1949, PBB kemudian membentuk UNCI (United Nations Commissions for Indonesia) atau Komisi PBB untuk Indonesia.
UNCI bertugas untuk menentukan tanggal perundingan serta syarat-syarat dilaksanakan perundingan.
Sehingga dilaksanakan perundingan pada taggal 7 Mei 1949 antara RI dan Belanda yang kemudian menghasilkan perjanjian Roem-Royen di Jakarta.