Iklan Banner KPU Provinsi Bengkulu

Ketika Piagam Jakarta “Digergaji” Sebagai Dokumen Yuridis Konstitusional

Ketika Piagam Jakarta “Digergaji” Sebagai Dokumen Yuridis Konstitusional

Oleh : Elfahmi Lubis TULISAN sederhana ini terinspirasi setelah mengikuti diskusi terbatas akhir pekan insan cita yang bertemakan "Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Sejarah dan Implikasi Konstitusionalnya bagi Masa Depan Bangsa" yang diselenggara Minggu (26/06/2021) Pukul 19.00 sd 23.00 WIB. Diskusi terbatas itu dengan narasumber tunggal Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra. Piagam Jakarta atau Jakarta Charta, secara historis tercatat dalam lembaran sejarah bangsa ini sebagai dokumen negara yang sah. Sebagai rumusan ideologi negara, piagam Jakarta merupakan sebuah filosofi yang dihasilkan dari transaksi ide dan gagasan para founding father dan founding farent. Piagam Jakarta juga merupakan dokumen yuridis konstitusional bagi bangsa ini. Dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dinyatakan secara tegas tentang pembubaran konstituante dan menetapkan berlakunya UUD 1945 yang dijiwai oleh Piagam Jakarta 22 Juni 1945, yang ia sebut sebagai rangkaian kesatuan dengan konstitusi. Penegasan ulang tentang keberadaan Piagam Jakarta sebagai dokumen yuridis konstitusional adalah dalam Keputusan MPR RI tentang Perubahan Keempat UUD 1945, yang dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR 2002. Dalam pertimbanganya MPR, menyatakan: "Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan seksama dan sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menetapkan : (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan dektrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Untuk diketahui bahwa UUD NRI 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan dekrit presiden 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh DPR adalah berisi rumusan Pancasila Piagam Jakarta. Fakta yuridis ketatanegaraan di atas, secara implisit dan eksplisit menyatakan bahwa Piagam Jakarta sampai saat ini tetap menjadi dokumen yuridis konstitusional dan menjadi rujukan dan menjiwai dalam proses penyusunan produk hukum nasional. Oleh sebab itu upaya untuk menguburkan Piagam Jakarta hanya sebagai dokumen sejarah sebagaimana yang dilakukan pada rezim orde baru merupakan tindakan a historis dan nir konstitusional. Mengapa muncul alergi terhadap "Piagam Jakarta" karena ada semacam ketakutan dari sebagian kelompok bahwa menghidupkan kembali piagam jakarta dalam wacana yuridis konstitusional dianggap bahkan dituding ingin mendirikan negara Islam. Padahal perdebatan dan kecurigaan tersebut sangat tidak beralasan ketika para founding father dan founding farent sudah menyatakan kesepakatan/konsensus nasional untuk menerima rumusan pancasila yang berlaku saat ini, dan menghilangkan 7 kata dalam sila pertama Pancasila. Namun hal ini bukan berarti kita boleh menampikkan bahwa Piagam Jakarta merupakan fakta historis dan yuridis konstitusional bagi bangsa. Narasi yang terus diproduksi untuk mempertentangkan nasionalis kebangsaan dan islam religius, selain kontra produktif juga bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Marilah kita bergandengan tangan membangun narasi kebangsaan yang meneguhkan komitmen persatuan nasional dan kemajuan bangsa menuju Indonesia Kuat, Indonesia Makmur dan Sejahtera, dan Indonesia Damai.(**) Penulis Adalah Dosen di Universitas Muhammadiyah Bengkulu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: