Catatan Atas Putusan MK (1): KADO REFORMASI ITU MASIH TERJAGA*
Zacky Antony--
*SELARAS KONSTITUSI*
Substansi putusan MK pada intinya menyatakan pasal 15 ayat 2 dan 5 tidak bertentangan dengan UUD 1945. Justru pasal-pasal dalam UU Pers bersesuaian dengan konstitusi. Tidak ada yang kontradiktif. Dewan Pers menerbitkan peraturan-peraturan di bidang pers tanpa ada campur tangan pemerintah. Campur tangan penguasa inilah yang menjadi momok selama orde baru.
Pasal 15 ayat 2 UU Pers berbunyi, Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: (a) melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; (b) melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; (c) menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik; (d) memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; (e) mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah; (f) memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan; (g) serta mendata perusahaan pers.
Sedangkan pasal 15 ayat (5) berbunyi, “Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud ayat 3 ditetapkan dengan Keputusan Presiden.” Pasal 15 ayat (5) ini di-judicial review karena ada pula Dewan Pers versi lain yang keanggotaannya entah ditetapkan oleh siapa.
*STANDAR KOMPETENSI*
Ketentuan pasal 15 ayat (2) khususnya butir f menjadi dasar bagi Dewan Pers kemudian memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam membuat kebijakan-kebijakan di bidang pers. Lahir Piagam Palembang tahun 2010 yang menghasilkan kesepakatan perlunya standar kompetensi wartawan dan verifikasi media. Setelah disepakati organisasi-organisasi pers, Dewan Pers menerbitkan peraturan-peraturan di bidang pers.
Terbitlah antara lain Peraturan Dewan Pers No 1 Tahun 2010 Tentang Standar Kompetensi Wartawan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dewan Pers Nomor 4 tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Wartawan. Peraturan inilah yang menjadi dasar pelaksanaan UKW. Peraturan tentang UKW ini juga bukan dibuat oleh Dewan Pers, tapi merupakan kesepakatan para organisasi pers, organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan pada pertemuan hari Selasa 26 Januari 2010 di Jakarta.
Selain mengatur standar seorang wartawan, Dewan Pers juga mengatur standar perusahaan yang mempekerjakan wartawan. Terbitlah Peraturan Dewan Pers No 4 tahun 2008 Tentang Standar Perusahaan Pers. Setelah lahir Piagam Palembang tahun 2010, peraturan itu diubah dengan Peraturan Dewan Pers No 3 tahun 2019 Tentang Standar Perusahaan Pers yang menjadi dasar pelaksanaan verifikasi media.
Sebelum lahir kesepakatan dalam Piagam Palembang 2010, organisasi-organisasi pers juga pernah membuat kesepakatan lain. Itu terjadi pada hari Selasa tanggal 14 Maret 2006. Kesepakatan yang dicapai adalah mengenai kode etik jurnalistik. Seperti diketahui, masing-masing organisasi wartawan punya kode etik masing-masing. Anggota PWI misalnya, punya kode etik PWI. Begitu pula organisasi wartawan yang lain. Sehingga dipandang perlu ada kesepakatan bersama mengenai norma-norma etika dan moral menyangkut kode etik profesi wartawan. Terbitlah Peraturan Dewan Pers Nomor 6 tahun 2008 Tentang Pengesahan Surat keputusan Dewan Pers Nomor: 03/SK-DP/III/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik. Inilah kode etik yang berlaku sampai sekarang.
Jadi, Dewan Pers tidak membuat kode etik. Tapi Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers untuk membuat kesepakatan kode etik sebagaimana amanat pasal 15 ayat (2) UU Pers.
*VERIFIKASI MEDIA*
Kebijakan tentang verifikasi media diatur dalam Peraturan Dewan Pers No 3 tahun 2019 tentang Standar Perusahaan Pers. Aturan tentang verifikasi ini tercantum pada Bab VIII pasal 22 tentang verifikasi data. Pada ayat (1) berbunyi, “Dewan Pers melakukan pendataan perusahaan pers melalui verifikasi administrasi dan faktual serta konten media.” Lalu ayat (2) verifikasi dapat dilakukan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh Dewan Pers.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: