Siapa Membunuh Putri (13): CCTV
Orang seperti sosok Putri dan AKBP Pintor bertengkar di depan pintu ruang karaoke yang sama. --
Saya berpandangan dengan Yon. “Gimana kita bisa beritakan ini, ya?” kataku. Yon angkat bahu dan nyengir saja. Mungkinkah ada kecemburuan itu jadi motif pembunuhan? Saya menyimpan pertanyaan itu di kepala saya.
“Saya percaya kalian ya, kita teman ya, kalau mau beritakan jangan dari saya sumbernya,” kata JB.
“Aman, Pak.”
JB tunjukkan rekaman CCTV lain. Orang seperti sosok Putri dan AKBP Pintor bertengkar di depan pintu ruang karaoke yang sama. Tak sampai satu menit.
“Yon, kamu ketemu Winny, PR saya di kantor. Ada rilis buat besok. Sekalian, sama materi iklannya, ya…”
“Mau undang artis, Pak? Kami boleh wawancara, dong.”
“Nggak, promo rutin aja. Bayar satu jam, nyanyi bebas dua jam kalo pesan minuman tambahan. Kami wawancara Winny aja dulu. Dia juga pantes masuk Dinamika, kan? ” kata JB.
Dalam perjalanan dari King Palace ke kantor, saya merancang pertanyaan apa yang harus dibawa Ferdy dan harus ketemu siapa sumber yang tepat.
Kabar burung gaya hidup Putri yang bak artis itu sudah tersiar luas. AKBP Pintor tak berkutik di hadapan perilaku istrinya yang begitu itu. Konon karirnya bagus karena mertuanya, ayah Putri yang kini menjadi pejabat di Mabes Polri itu. Kabarnya istri-istri para perwira di Polresta sekarang pun seakan terbagi dua kubu. Ada kubu yang ikut bergaya mengumbar hidup mewah, kelompok yang seperti dikomandani oleh Putri, dan ada kubu lain yang sebaliknya tak cocok dengan gaya hidup itu.
Tapi pada umumnya, memang para perwira itu hidup mewah. Lihat saja rumahnya, selalu ada lebih dari satu mobil di garasinya. Dan itu mobil yang mahal. Saya teringat percakapan dengan Pak Rinto. “Saya tak menyalahkan mereka. Para perwira muda itu, mereka cerdas-cerdas, lekas sekali melejit pangkat dan jabatannya. Kota ini, kayak tempat penggemblengan. Dari sini, kalau lolos, pindah tugas ke tempat lain sudah pasti promosi. Di sini kesempatan untuk cari modal. Di kota ini uang mudah didapat. Ndak usah kotor-kotor amat mainnya. Kalau sudah bersentuhan dengan uang, nah, mau gak mau gaya hidup berubah. Kamu perhatikan saja. Itu yang bikin saya tak betah dan keluar dari dinas, kotor sekalian aja kotor, profesional, daripada munafik, dan tak jelas,” kata Pak Rinto.
Kami belum sampai kantor, Bang Eel menelepon.
“Ferdy diserang orang. Kamu langsung ke rumah sakit aja,” katanya. Aku minta Yon putar arah. Di rumah sakit, Ferdy terbaring pucat. Ada luka panjang di pelipisnya. Juga di punggung lengannya. Seperti bekas sabetan pisau yang ia tepis.
“Ferdy, kenapa, Ferdy? Siapa yang nyerang?”
Ferdy meringis menahan sakit. Ia perlahan membuka mata sebentar. Lalu memaksa tersenyum dan memejam lagi. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: