Siapa Membunuh Putri (20): Jangan Mengadu Domba

Siapa Membunuh Putri (20): Jangan Mengadu Domba

Ancaman yang diterima wartawan terkait pemberitaan--(dokumen/radarkaur.co.id)

Pembicaraan kami hari itu tidak untuk diberitakan.  Edo dibebaskan. Kasusnya tidak diberkaskan. Saya mengira itu bagian dari upaya menekan kami saja terkait kasus pembunuhan Putri.  Sidang akan memasuki pembacaan putusan sela.  Kuat kemungkinan sidang tak akan berlanjut, ke pembuktian, karena kurangnya bukti-bukti. Tim pembela yang diketuai Restu Suryono bekerja dengan cemerlang. 

”Kenapa kau telpon Jon?” tanya Bang Eel, sesampainya kami di kantor. Edo saya suruh beristirahat. Semalaman dia tak tidur katanya.  ”Saya panik, Bang. Saya telepon saja orang-orang yang saya pikir bisa bantu bebaskan Edo,” kataku.  Bang Eel tak bicara lagi.  

Saya pun langsung bekerja. Membacai semua koran lokal dan koran nasional yang selalu datang agak siang. Nurikmal datang dengan berita bagus. Ia memotret iring-iringan mobil yang subuh-subuh diangkut ke pelabuhan tikus di Pulau Golong. Menurut info penduduk di sekitar situ, sudah berhari-hari kegiatan itu dilakukan. 

”Mau dibawa ke mana?” tanyaku.

”Itulah yang sedang kita investigasi. Kita bisa pastikan itu bodong. Itu semua mobil dari Malaysia. Tanpa pelat.  Seperti mobil yang banyak beredar di Borgam sini.  Di sini legal, karena FTZ, kalau dibawa keluar harusnya kena pajak, kan, Bang…,” papar Nurikmal.     

Foto-foto yang berhasil dijepret Sapril kuat sekali. Ada trailer yang mengangkut mobil-mobil luar itu, proses memuat ke tongkang dan yang paling menarik adalah ada mobil yang jatuh sebelum termuat di tongkang. 

”Menurutmu siapa ya yang sedang bermain ini?” tanyaku.

Kalau tidak polisi ya tentara, kata Nurikmal. ”Kalau nggak, nggak mungkin Bea Cukai kayak membiarkan saja. Kok tidak tahu? Tak mungkin rasanya. Apalagi menurut info itu sudah berhari-hari, tiap malam, ratusan mobil,” kata Nurikmal.

 ”Kita konfirmasi ke Bea Cukai. Kalau dapat kita beritakan,” kataku.

”Oke, Bang,” kata Nurikmal.

Dinamika Kota edisi Senin itu berbeda sendiri. Sesekali bagus juga jeda dari berita panas pembunuhan Putri. Hanya kami yang menaikkan berita penyeludupan mobil itu. Eksklusif. Kami jadikan mobil yang jatuh di samping tongkang itu sebagai foto utama. 

Sementara koran lain memberitakan rencana putusan sela sidang kasus pembunuhan Putri.  Kami juga memberitakan kelanjutan kasus Putri.  Kami menulis khusus tentang TKP, rumah AKBP Pintor, dan Putri.  

Rumah itu tergolong mewah dan elite di Borgam. Tertutup dengan satu gerbang keluar masuk yang dijaga sekuriti 24 jam. Kami kumpulkan fakta dari beberapa orang, sekuriti, tukang kebun, petugas sampah, tukang sayur yang buka lapak di ujung kompleks. Kami melacak CCTV.  Kata petugas sekuriti, rekamannya disita petugas polisi sebelum tersiar kabar Putri menghilang.  Mencurigakan. Di mana rekaman itu?   

Beberapa wartawan televisi nasional dan koran Jakarta menghubungiku, beberapa datang ke kantor meminta foto. Saya berikan foto yang belum kami pakai. Saya minta mereka tak usah menyebut sumber fotonya dari kami. Tulis saja nama fotografer mereka sendiri.  Ini cara saya berbagi risiko. 

Naluri saya mengendus ini berita akan jadi isu nasional. Semakin lekas diberitakan media nasional, semakin aman bagi kami. Para wartawan media Jakarta itu juga ramai-ramai mengonfirmasi ke Bea Cukai. Jawabannya sama: mereka tidak tahu dan akan mengusutnya.  Saya mengikutinya di siaran berita televisi siang. Hampir semua televisi nasional menyiarkannya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: