Horeeee FIFA
Suporter Aremania yang pernah diberi kuota oleh Persebaya ketika masih berkandang di Stadion 10 November Tambaksari.--(dokumen/radarkaur.co.id)
Tentu FIFA melarang aparat keamanan menggunakan gas air mata di stadion. Tapi penonton yang meloncat pagar juga dilarang.
Hanya, apa saja hukuman bagi peloncat pagar belum ada. Yang jelas bukan ditendang atau dipukul. Apalagi disemprot gas air mata.
Sebenarnya ada bentuk hukuman administratif: dilarang masuk stadion. Bisa setahun, dua tahun, dan bahkan bisa seumur hidup.
Berarti yang loncat pagar di Kanjuruhan, di Sidoarjo, di Gelora Bung Tomo Surabaya dan di mana saja harus ditangkap: untuk ditanya identitasnya.
Lalu diserahkan ke klub setempat. Nama itu tidak bisa lagi beli karcis/gelang masuk stadion.
Sepanjang pengetahuan saya di Surabaya, pembeli karcis Persebaya harus mengisi nomor KTP. Identitas itu masuk ke barcode yang ada di gelang.
Kemajuan teknologi bisa dipakai menghukum secara administrasi para peloncat pagar.
Polisi juga tidak perlu menahan mereka. Atau menginterogasi mereka. Mereka itu bukan penjahat. Mereka itu nakal. Ada yang sekadar kenakalan remaja –meski banyak orang dewasa ingin dimasukkan kategori remaja.
Polisi terlalu repot kalau harus mengurus anak-anak nakal itu. Kalau harus ditahan hanya akan menghabiskan jatah makanan.
Kalau harus diinterogasi dan dibuatkan BAP, hanya ngabisin kertas. Dan menguras emosi polisi.
Jadi kalau ada yang loncat pagar dilihat saja mau apa ia. Paling ia hanya lari-lari muter lapangan. Biar dilihat penonton.
Mereka mau show: "Nih. Saya. Jagoan. Bisa masuk lapangan"! Lalu minta selfie dengan pemain. Selesai.
Setelah itu baru KTP diminta. Suruh ambil di kantor polisi. Datanya diserahkan ke klub. Agar dimasukkan daftar hitam pembelian karcis.
Kenakalan loncar pagar sih mudah ditangkap. Yang agak sulit mungkin menerapkan sanksi untuk ujaran kebencian.
Terutama kebencian kepada wasit. Atau kebencian pada tim lawan atau suporter tamu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: