Prof. Ngatindriatun Usung Inovasi Smart Farming 5.0 Sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi untuk Dukung Tujuan SDGs
Prof. Ngatindriatun Usung Inovasi Smart Farming 5.0 Sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi untuk Dukung Tujuan SDGs--ilustrasi
Prof. Ngatindriatun Usung Inovasi Smart Farming 5.0 Sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi untuk Mendukung Tujuan SDGs
JAKARTA, RADARKAUR.CO.ID - Dalam orasi ilmiahnya, Profesor Ngatindriatun memaparkan bahwa Indonesia telah mencatat surplus perdagangan produk pertanian sebesar 275,15 triliun rupiah pada tahun 2022 dan ekspor sebesar 258,46 triliun rupiah dari Januari hingga Juni 2023.
Meski demikian, beliau menilai bahwa peningkatan produktivitas pertanian di Indonesia masih perlu ditingkatkan dalam hal nilai tambah.
Beliau menyatakan bahwa pertanian di Indonesia saat ini menghadapi beberapa hambatan seperti keterbatasan akses ke teknologi modern, produktivitas yang masih rendah, infrastruktur yang kurang memadai, perubahan iklim yang mempengaruhi pola tanam, dan ketimpangan dalam akses pasar.
Prof. Ngatindriatun mengemukakan bahwa penerapan Smart Farming 5.0 yang memanfaatkan teknologi terkini bisa meningkatkan efisiensi, meningkatkan produktivitas, dan membantu keberlanjutan lingkungan.
Teknologi tersebut mencakup penggunaan IoT, komputasi awan, robotika, sensor, dan kecerdasan buatan dalam pertanian, termasuk metaverse.
Menurut beliau, adopsi Smart Farming 5.0 bisa memperbaiki banyak aspek dalam pertanian yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dirumuskan oleh PBB, yang bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi planet ini untuk generasi yang akan datang.
Dalam konteks pembangunan pertanian yang berkelanjutan, Prof. Ngatindriatun menekankan pentingnya implementasi kebijakan dan program yang memperhatikan keseimbangan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
BACA JUGA:Keuntungan Menggunakan Layanan Arsitek untuk Renovasi Rumah Anda, Ada 3 Alasan Kritikal
Beliau juga mencetuskan ide tentang pentingnya kerjasama antara berbagai pihak melalui model penta helix yang melibatkan pemerintah, akademisi, industri, media, dan komunitas dalam pengembangan Smart Farming.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: