Saya yang malah ragu apakah tamu saya ini orang baik. Tapi saya persilakan Ferdy masuk.
Konflik Ambon yang membuatnya sampai ke Batam. Ia datang bersama istri dan seorang anak.
”Saya Kristen, istri saya Islam. Abang bayangkan bagaimana posisi kami di tengah konflik yang terjadi di sana. Yang saling bunuh itu semua saudara-saudara kami semua, saudara saya, saudara istri saya,” kata Ferdy.
Setelah menikah, Ferdy tinggal di wilayah yang dikuasai oleh orang Islam. Ia bekerja di koran yang menyuarakan suara Islam.
Di wilayah Kristen ada koran lain – koran dari grup kami juga – yang beritanya prokristen.
Selama konflik pecah dia tak berani keluar rumah. Ia juga tak mau tinggalkan anak dan istrinya pergi ke wilayah sebelah.
“Saya hanya berpikir bagaimana selamatkan keluarga saya, Bang. Selamatkan anak dan istri saya,” kata Ferdy.
Lalu dia berpikir untuk tinggalkan Ambon Ia punya saudara di kota ini. Katanya anak saudaranya itu pernah saya bantu. Ia dapatkan alamat saya dari saudaranya itu, seorang tokoh masyarakat Ambon di kota ini.
Ferdy membawa beberapa kliping berita karyanya.
”Sekarang anak sama istrimu di mana?”
”Saya titip keluarga, Bang!”
”Mau gabung di koran kami, nggak? Kami lagi siapkan koran baru. Satu grup dengan koran kita di Ambon itu,” kata saya.
”Itu maksud saya datang ketemu Abang,” kata Ferdy.
Ia cerita selama di sana biasa meliput apa saja terutama berita kriminal. Saya tertarik dengan kemampuannya.
”Sudah berapa hari di sini, Ferdy,” tanyaku.
”Sudah seminggu,” katanya.