Oleh: Hasan Apsahani
ADA waktu beberapa jam untuk berkunjung ke pesantren Alhidayah di Watuaji. Saya bisa berangkat sebelum duhur dan nanti sebelum asar kembali ke kantor.
Ustad Samsu menelepon memintaku datang. Beberapa anak panti Abulyatama yang ditampung di sana akan dikhitan.
Ada acara peresmian koperasi pesantren juga. Bantuan dari lembaga filantropi dari negara seberang.
Ustad Samsu juga mau mempertemukan saya dengan seorang guru baru. Sudah lama dia ceritakan, sejak gadis asal Sulawesi itu bergabung di Alhidayah.
Saya tak terlalu bersemangat, bukan tak menghargai Ustad Samsu. Urusan persiapan Dinamika Kota benar-benar menyita energiku.
”Paling tidak kau temui dulu, Dur. Sainganmu banyak. Banyak guru-guru muda di sini. Soal kamu mau atau nanti berjodoh atau tidak itu urusan belakangan,” kata Ustad Samsu.
Ada tenda besar di depan bangunan toko pesantren. Kursi-kursi tamu di bagian belakang sebagian diramaikan anak-anak santri.
Pejabat kecamatan dan wali kota sudah tiba. Ada perwakilan dari lembaga filantropi yang akan memberi sambutan dan secara simbolis menyerahkan bantuan berkelanjutan.
Mereka mengelola dana dari umat muslim di negeri seberang tersebut. Ustad Samsu berpidato. Disusul pejabat Kantor Kemenag Provinsi.
Seremonial seperti itu membosankan bagi seorang jurnalis seperti saya. Saya paling malas kalau dapat tugas meliput acara seperti ini.
Untungnya saya tidak sedang meliput. Saya berada di ruang lain di bagian bangunan sementara pesantren yang sedang dibangun. Ruangan yang nyaman dengan pendingin portabel.
Panitia semua berkumpul di situ. Juga Inayah. Guru yang disebut Ustad Samsu.
Dia penanggung jawab acara peresmian koperasi pesantren Alhidayah. Dia juga yang akan jadi manajer yang bertanggung-jawab mengelolanya.
Dia bekerja lincah, rapi, dan cepat. Dia mudah membuat orang-orang mengikuti arahannya.