”Gimana, Dur?” tanya Bang Eel.
”Besok masih berita itu. Ada bahan berita yang sudah kita siapkan. Tapi pasti ada yang baru, kita tunggu teman-teman dari liputan. Saya masih andalkan Ferdy…,” kata saya.
”Katanya tadi humas Polres marah-marah, cari-cari wartawan kita,” kata Bang Eel.
”Ferdy tak meliput tadi?”
”Dia saya suruh bawa anak istrinya tidur di rumah saya, Bang! Harusnya dia meliput… Mau marah gimana, Bang? Kita ada konfirmasi. Kalau fakta kita salah hari ini mereka bantah. Nyatanya tadi Ferdy SMS saya polisi membenarkan bahwa itu mayat Putri, istri AKBP Pintor yang hilang itu,” kataku.
”Aman ya? Yang penting itu, sudah ada disebut nama tersangka?” kata Bang Eel.
”Belum. Pembantunya yang ditemukan di hotel sama anaknya ditahan, tak jelas sebagai apa. Katanya sih saksi,” kataku.
Tadi sempat juga berbincang dengan Mas Halim tentang penjualan koran-koran lain, koran baru Podium Kota pesaing itu dan koranku sebelumnya Metro Kriminal.
Banyak retur, kata Mas Halim.
”Orang nggak nyangka ”Dinamika” bakal angkat headline itu, tahunya kan koran umum. Kalo gini terus tiap hari bisa cepet naik, bang oplahnya. Percayalah…,” katanya.
Saya agak tak nyaman dengan teman-teman di Metro Kriminal. Saya dulu memulai kerja sebagai jurnalis di koran itu. Bagaimana pun kami satu grup.
Tapi secara profesional kami punya target masing-masing. Saya harus menyingkirkan perasaan tak nyaman itu.
Sore itu, semua reporter sudah kembali, kecuali yang masih menyelesaikan wawancara atau yang mengambil foto.
Kecuali Ferdy.
Kemana Ferdy? Perasaanku tak nyaman. (*)