Siapa Membunuh Putri (11): Tentang Inayah

Rabu 14-09-2022,07:48 WIB
Reporter : Adminradarkaur
Editor : Adminradarkaur

Ia memberi perintah dengan tegas, jelas, tapi nyaman, menggerakkan tapi nggak memaksa.

Jelas kecerdasan tampak dari seluruh sosok dia yang muda dan manis.   

”Bang Abdur mau makan duluan kah? Nanti kan mau pergi duluan kan ya?” tanyanya ramah, penuh perhatian, dan tersentuh juga perasaanku dengan perhatian kecil seperti itu.

Pasti itu informasi dari Ustad Samsu. Saya sedang bersama beberapa anak panti dan Rido.  

Saya tak enak juga makan duluan, karena ada anak-anak panti.

”Nanti saja, sama anak-anak, sama yang lain,” kataku menolak seramah mungkin agar tak menyinggung dia.

Inayah tetap saja suruh orang letakkan kotak makanan di atas meja di depanku. Aku membiarkannya di situ. 

Sementara itu perwakilan lembaga dari negeri seberang itu kini berada di panggung.

Perempuan Melayu dengan pakaian muslimah melayu yang khas.  Berdiri dan bergerak luwes.

Kacamata hitam membuat dia tampak berkelas dan penuh percaya diri. Tampak amat matang dan dewasa.

Pasti karena saya terus memikirkan gadis itu maka saya jadi berandai-andai, kalau saja dia tidak berkerudung.

Saya kira dia Suriyana. Perempuan yang kutemui di Malang dulu, yang kuharapkan dengan datang dan bekerja di kota pulau ini bisa kucari dia suatu hari nanti di negeri seberang itu.

”Terima kasih, saya Suriyana Hameed, mewakili ….” Perempuan itu mengucapkan terima kasih saat gilirannya memberikan sambutan.

Saya tak lagi mendengarkan apa isi pidatonya. Saya berdiri dari tempat duduk dengan serta-merta, dan dari tempatku berdiri menatapnya ke arahnya tak percaya. 

Suara itu adalah suara Suriyana yang kudengar di Malang dulu.  Yang menjawab dan bertanya dengan kemanjaan khas Melayu setiap kali kami berbincang sepanjang kebersamaan kami di kota dingin itu dulu.

Percakapan sepanjang jalan, percakapan di tempat-tempat yang kami singgahi.   

Kategori :